On Stage
“VERNAL EQUINOX”
oleh Akihito Ichihara
bersama peserta workshop
Sabtu, 15 Maret 2025
20.00 WIB – selesai
di Studio Plesungan (Desa Plesungan rt03rw02, Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar Regency, Central Java 57181) https://maps.app.goo.gl/EkGFJaJgpwTBfdW88
“VERNAL EQUINOX” merupakan presentasi akhir dari lokakarya yang dipimpin oleh Akihito Ichihara di Studio Plesungan pada 12–14 Maret 2025. Dipentaskan bersama para peserta lokakarya di tengah pepohonan jati, pertunjukan ini mengeksplorasi elemen-elemen alam seperti udara, angin, air, tanah, dan tumbuhan sebagai sumber inspirasi gerak. Ichihara menelusuri kemungkinan tubuh yang bergerak sebagai sarana untuk merasakan kembali hubungan manusia dengan alam dan lingkungan sekitarnya.
______________________________
Pertunjukan ini dapat dihadiri secara gratis.
Informasi: +62 821-3322-9593 (Razan)
On Stage
“VERNAL EQUINOX”
by Akihito Ichihara
with all workshop participants
Sabtu, 15 Maret 2025
20.00 WIB – selesai
di Studio Plesungan (Desa Plesungan rt03rw02, Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar Regency, Central Java 57181) https://maps.app.goo.gl/EkGFJaJgpwTBfdW88
“VERNAL EQUINOX” is the culmination of a workshop led by Akihito Ichihara at Studio Plesungan, held from March 12 to 14, 2025. Staged among the teak trees of the studio grounds, this performance is a collaboration between Ichihara and the workshop participants. It explores natural elements—air, wind, water, earth, and plants—as sources of movement and inspiration. Ichihara is drawn to the moving body as a means of sensing and reconnecting with the natural world and its surrounding environment.
______________________________
No admission/FREE Entry
Information : +62 821-3322-9593 (Razan)
Sejak tahun 1994, Ichihara Akihito menekuni praktik tari dan Butoh, dan pada tahun 1997 bergabung dengan kelompok ternama Sankai Juku. Melalui proyek solonya yang bertajuk ELF, ia mengembangkan konsep Dance Project without Borders—tari lintas batas budaya, agama, dan ras. Dalam setiap proyeknya, Ichihara berkomitmen untuk menciptakan pertunjukan yang melibatkan penari dan seniman lokal sebagai pelaku utama, membangun ruang kolaborasi yang inklusif dan lintas komunitas.
Since 1994, Ichihara Akihito has dedicated himself to the practice of dance and Butoh, and in 1997 he joined the renowned company Sankai Juku. Through his solo project ELF, he developed the concept of the Dance Project without Borders—a movement that transcends cultural, religious, and racial boundaries. His work focuses on creating performances that place local dancers and artists at the center, fostering inclusive and collaborative artistic processes across diverse communities.
On Stage
Sabtu, 25 Januari 2025
Pukul 20.00 WIB – selesai
Studio Plesungan, Desa Plesungan RT03/RW02, Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah 57181
Narahubung: Verina (HP/WhatsApp: 0821 3322 9593)
“aku otw, sayangku”
oleh Afrizal Malna
Studio Plesungan membuka program On Stage edisi ke-21 sebagai penanda awal tahun 2025. Edisi ini akan digelar pada Sabtu, 25 Januari 2025, bertempat di Studio Plesungan, Karanganyar. Dalam kesempatan ini, On Stage menampilkan karya puisi “aku otw, sayangku” oleh Afrizal Malna.
“aku otw, sayangku” adalah judul buku puisi terbaru Afrizal Malna yang belum pernah diterbitkan dalam bentuk cetak, karena sejak awal diciptakan sebagai karya digital. Puisi-puisi dalam buku ini lahir dari eksperimen Afrizal selama masa pandemi, yang berangkat dari pertemuan antara dua kondisi: teknologi digital dan pembatasan ruang gerak sosial. Kumpulan puisi ini juga memantulkan romantika kontemporer seputar fenomena “bucin” (budak cinta), sekaligus menyinggung persoalan regenerasi menuju hadirnya generasi baru.
Kumpulan puisi ini juga memiliki keterkaitan langsung dengan forum Festival Puisi Jelek yang digelar pada tahun 2021 melalui laman Instagram @artdown_forum. Forum ini digagas bersama Syska La Veggie dan menampilkan puisi-puisi yang diciptakan khusus untuk konten media sosial. Melalui buku puisi ini, Afrizal mengajukan pertanyaan kritis mengenai bagaimana pandemi Covid-19 dan komunikasi berbasis internet turut mendefinisikan ulang puisi dalam konteks ancaman terhadap masa depan—meliputi isu lingkungan, kesehatan, hingga kemungkinan-kemungkinan baru yang ditawarkan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI).
On Stage #21
Saturday, 25 January 2025
8:00 PM WIB – onwards
Studio Plesungan, Desa Plesungan RT03/RW02, Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar, Central Java 57181
Contact Person: Verina (Phone / WhatsApp: +62 821 3322 9593)
“aku otw, sayangku”
A poetry performance by Afrizal Malna
Studio Plesungan opens its 2025 program calendar with the 21st edition of On Stage, held on Saturday, 25 January 2025 at Studio Plesungan in Karanganyar. This edition presents aku otw, sayangku, a poetry work by Afrizal Malna. The title, aku otw, sayangku (translated as “I’m on my way, my love”), comes from a yet-unpublished digital poetry book by Afrizal. These poems were born from Afrizal’s experiments during the pandemic, emerging from the interplay between two forces: digital technology and social mobility restrictions. The collection also reflects on the contemporary romantic behavior often referred to in Indonesian pop culture as bucin (short for budak cinta, or “love slave”), touching on generational shifts and the arrival of new forms of expression.
The poems in aku otw, sayangku are closely connected to the 2021 Festival Puisi Jelek (Bad Poetry Festival), hosted via the Instagram platform @artdown_forum, a digital forum co-initiated with Syska La Veggie. The platform featured poetry created specifically for social media content. Through this body of work, Afrizal questions how Covid-19 and internet communication have redefined poetry amidst looming threats to the future—particularly concerning the environment, public health, and emerging AI-based technologies.
Sebagai penulis dan penyair, Afrizal Malna juga aktif mengeksplorasi performans puisi melalui media digital. Sebagian karya tersebut dibagikan melalui kanal YouTube pribadinya, antara lain dalam seri teater masker yang dibuat pada masa pandemi. Selain itu, puisi-puisinya juga banyak diunggah melalui akun Instagram @malna.a.
Pada tahun 2021, ia menggagas Festival Puisi Jelek bersama Syska La Veggie melalui akun @artdown_forum. Sepanjang tahun 2023, Afrizal turut berpartisipasi dalam berbagai forum seni dan sastra, seperti Temu Seni Performance Indonesia Bertutur di Tubaba (Lampung), Djakarta Theater Platform International, Panggung Pantura di Semarang, Festival Kebudayaan Yogyakarta, Aruh Sastra Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Flores Writing Festival di Maumere, serta Borobudur Writers & Cultural Festival di Malang.
Beberapa buku terbarunya antara lain: Performance Art dan Medan Pasca-Seni (Diva Press, Yogyakarta 2023), Tiket Masuk Bioskop Autobiografi (JBS, Yogyakarta 2023), Revisi Telur Dadar Mentah (Diva Press, Yogyakarta 2024), dan Document Shredding Museum, diterjemahkan oleh Daniel Owen (World Poetry Books, New York 2024).
Afrizal Malna dinobatkan sebagai Tokoh Seni Pilihan Majalah Tempo tahun 2020 atas bukunya Prometheus Pinball, dan saat ini menjabat sebagai anggota Akademi Jakarta untuk periode 2020–2025.
As a poet and writer, Afrizal Malna has created numerous poetry performances using digital media, many of which are shared via his YouTube channel. Among them is a mask theater series developed during the pandemic. Other poems are published on his Instagram account (@malna.a). In 2021, Afrizal and Syska La Veggie initiated the Festival Puisi Jelek through the @artdown_forum account.
Throughout 2023, Afrizal actively participated in various performance and literary forums including:
“Temu Seni Performance Indonesia Bertutur” in Tubaba (Lampung),
Djakarta Theater Platform International,
Panggung Pantura in Semarang,
Yogyakarta Cultural Festival,
Aruh Sastra Kalimantan Selatan in Banjarmasin,
Flores Writing Festival in Maumere,
and the Borobudur Writers & Cultural Festival in Malang.
His recent publications include:
-
Performance Art. Dan Medan Pasca-Seni (Diva Press, Yogyakarta, 2023)
-
Tiket Masuk Bioskop Autobiografi (JBS, Yogyakarta, 2023)
-
Revisi Telur Dadar Mentah (Diva Press, Yogyakarta, 2024)
-
Document Shredding Museum, translated by Daniel Owen (New York: World Poetry Books, 2024)
Afrizal was named one of Tempo magazine’s Artists of the Year in 2020 for his book Prometheus Pinball. He is also a member of the Jakarta Academy (2020–2025).
ON STAGE
Hari, Tanggal : Sabtu, 6 Juli 2024
Waktu : Pukul 20.00 WIB – selesai
Tempat : Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah
Jl. Ir. Sutami No. 57, Jebres, Surakarta
______________________________________
In Progress: Magic Maids
oleh Eisa Jocson dan Venuri Perera
On Stage menampilkan karya In Progress: Magic Maids oleh Eisa Jocson dan Venuri Perera. Karya ini merupakan proses kerja yang masih berkembang, yang menelusuri sejarah panjang penganiayaan terhadap penyihir di Eropa—sejarah yang kemudian diwariskan sebagai alat penindasan terhadap para pekerja migran dari negara-negara Global Selatan.
Kolaborasi antara Eisa dan Venuri dimulai pada tahun 2022, ketika mereka menyadari kurangnya representasi perempuan dalam Museum Sejarah Farmasi di Basel, Swiss. Latar belakang mereka sebagai seniman dari Sri Lanka dan Filipina—dua negara yang secara signifikan menyumbangkan tenaga kerja domestik ke luar negeri—mendorong mereka menciptakan karya ini sebagai respons terhadap pergulatan tubuh perempuan dalam pusaran sejarah penganiayaan dan eksploitasi dalam struktur kolonial.
Karya ini menggabungkan praktik ritual, arak-arakan, pertunjukan, dan kerasukan. Mereka menggunakan mantra dan ikrar, dengan tubuh sebagai medium yang melintasi berbagai ranah: fisik, ideologis, transnasional, emosional, dan gender. In Progress: Magic Maids menampilkan dua figur yang bertemu dalam laku menyapu—sapu yang tak hanya sebagai alat domestik, tetapi juga mengandung simbolisme sebagai kendaraan penyihir. Dalam karya ini, sapu menjadi lambang penindasan sekaligus perlawanan, perpanjangan tubuh, serta portal menuju proses metamorfosis. Pertunjukan ini menghadirkan tubuh-tubuh pekerja seni dengan sapu mereka, dalam upaya menuju kondisi “menjadi”.
In Progress: Magic Maids mengundang publik untuk menyaksikan dan merefleksikan penampakan tubuh pekerja, solidaritas perempuan, serta dampak ketidakadilan sejarah terhadap praktik perburuhan masa kini.
Pertunjukan Eisa Jocson dan Venuri Perera dalam On Stage edisi ke-19 ini merupakan bagian dari program Artist-in-Residence, di mana mereka mengembangkan karya Magic Maids selama sepuluh hari (1–10 Juli 2024) di Studio Plesungan dengan dukungan dari Dance Nucleus (Singapura) dan Studio Plesungan. Pada akhir On Stage kali ini, Bincang Seniman dipandu oleh Melati Suryodarmo.
ON STAGE
Hari, Tanggal : Sabtu, 6 Juli 2024
Waktu : Pukul 20.00 WIB – selesai
Tempat : Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah
Jl. Ir. Sutami No. 57, Jebres, Surakarta
______________________________________
In Progress: Magic Maids
by Eisa Jocson and Venuri Perera
Studio Plesungan returns with the 19th edition of On Stage on Saturday, 6 July 2024 at Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah. This time, On Stage will present In Progress: Magic Maids, a work-in-process by Eisa Jocson and Venuri Perera.
In Progress: Magic Maids is a developing piece that traces the long history of the persecution of witches in Europe, which later became a tool of oppression against migrant domestic workers from the Global South. The collaboration between Eisa and Venuri began in 2022, sparked by their shared observation of the underrepresentation of women in the Museum of the History of Pharmacy in Basel, Switzerland. As artists from Sri Lanka and the Philippines—two countries that are among the largest senders of domestic labor globally—they were compelled to create this work as a response to the entanglement of the body with the historical trauma of “witch” persecution and its continuing impact on the exploitation of women workers in postcolonial contexts.
This work interweaves ritual practices, processions, performances, and possession. They employ incantations and oaths, with their bodies traversing multiple territories: physical, ideological, transnational, emotional, and gendered.
In Progress: Magic Maids introduces two figures who encounter one another in a ritual of sweeping. The broom, beyond being a domestic cleaning tool, is also associated with the mythical image of the witch’s vehicle—used here as a symbol of both oppression and resistance. The broom becomes an extension of the body and a portal to transformation. The performance features these artistic workers with their brooms in a process of “becoming.”
Magic Maids invites the audience to witness and reflect on the visibility of the laboring body, the strength of female solidarity, and the historical injustices that continue to shape modern labor practices.
This performance by Eisa Jocson and Venuri Perera as part of On Stage #19 is the result of a 10-day Artist-in-Residence program (1–10 July 2024) at Studio Plesungan, supported by Dance Nucleus Singapore and Studio Plesungan. At the end of the On Stage, artist talk was accompanied by Melati Suryodarmo.
Eisa Jocson adalah koreografer dan penari kontemporer asal Filipina. Terlatih sebagai seniman visual dengan latar belakang balet, Eisa mengeksplorasi politik tubuh dalam industri hiburan dari perspektif sosio-ekonomi khas Filipina. Ia menelusuri bagaimana tubuh bergerak dan kondisi yang mendorongnya untuk bergerak—baik secara sosial maupun secara geografis melalui migrasi tenaga kerja. Dalam karyanya—dari pole dance, macho dance, pekerjaan domestik, keputerian, hingga kebun binatang—kapital menjadi kekuatan pendorong yang menekan tubuh ke dalam sistem terkontrak dan peta kewilayahan. Ia merupakan penerima 13 Artists Award dari Pusat Kebudayaan Filipina (2018), Hugo Boss Asia Art Award (2019), SeMa-HANA Award (Seoul Mediacity Biennale 2021), dan baru-baru ini Tabori International Award (2023) di Jerman.
Venuri Perera adalah koreografer, seniman pertunjukan, kurator, dan pendidik asal Kolombo. Karyanya mengeksplorasi dinamika kekuasaan atas visibilitas dan representasi, serta berupaya menggoyahkan cara pandang publik terhadap “yang lain”. Karya-karyanya, baik tunggal maupun kolaboratif, beririsan dengan isu nasionalisme, patriarki, migrasi, warisan kolonial, dan kelas. Sejak 2008, ia telah tampil dan diundang ke berbagai festival, biennale, dan simposium di Eropa, Asia Selatan dan Timur, Timur Tengah, serta Afrika. Ia telah berkolaborasi dengan koreografer Geumhyung Jeong (Korea Selatan) dalam Theatre Spektakel dan Monsoon Australia, serta dengan Natsuko Tezuka (Jepang) dalam Kyoto Experiment dan SIFA Singapore. Venuri juga menyusun dan mengkurasi proyek Colombo Dance Platform (2015–2020) bersama Goethe-Institut, dan berkomitmen untuk membangun jaringan yang mendukung praktik tari independen di Sri Lanka. Ia adalah lulusan DAS Theatre dan kini tinggal di Amsterdam.
Eisa Jocson is a choreographer and contemporary dancer from the Philippines with a background in visual arts and ballet. Her work unpacks the politics of the body in the entertainment industry through the specific socio-economic lens of the Philippines. She investigates how bodies move and what compels them to move—whether through social mobility or migration. Her works, spanning pole dance, macho dance, domestic labor, pageantry, and the zoo, are driven by capital, pressing contract-bound bodies into geographic and ideological territories.
She is the recipient of the 2018 CCP 13 Artists Award (Cultural Center of the Philippines), the 2019 Hugo Boss Asia Art Award, the 2021 SeMa-HANA Award (Seoul Mediacity Biennale), and most recently the 2023 Tabori International Award in Germany.
Venuri Perera is a choreographer, performance artist, curator, and educator from Colombo. Her practice explores power dynamics in visibility and legibility, seeking to challenge public perceptions of ‘otherness.’ Her solo and collaborative works address themes such as nationalist violence, patriarchy, migration, colonial legacies, and class. Since 2008, she has presented her work at festivals, biennales, and symposiums across Europe, South and East Asia, the Middle East, and Africa. She has collaborated with choreographers such as Geumhyung Jeong (KR) (Theater Spektakel / Monsoon Australia) and Natsuko Tezuka (JP) (Kyoto Experiment / SIFA Singapore).
Venuri curated the Colombo Dance Platform (2015–2020, Goethe-Institut) and is committed to building sustainable networks for the independent dance scene in Sri Lanka. A graduate of DAS Theatre, she currently resides in Amsterdam.
ON STAGE
Sabtu, 16 November 2024
20:00 WIB
di Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah
Jl. Ir Sutami 57, Kentingan, Surakarta 57126
_____________________________________
Kincia Aia: Cultural Jamming
oleh Rani Jambak
Studio Plesungan kembali menghadirkan On Stage edisi ke-20 pada Sabtu, 16 November 2024 di Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah. Kali ini, On Stage menampilkan karya Kincia Aia: Cultural Jamming oleh Rani Jambak. Kincia Aia merupakan hasil kebudayaan masyarakat Minangkabau yang digunakan secara kolektif sebagai sistem irigasi persawahan sekaligus alat untuk menumbuk bahan makanan menjadi tepung.
Pada tahun 2022, Rani Jambak merancang dan mengalihfungsikan Kincia Aia menjadi sebuah instrumen musik, memadukan sistem kinetik tradisional dengan teknologi sensor. Transformasi fungsi Kincia Aia ini membuka kemungkinan baru dalam penciptaan komposisi musik dengan tempo yang cenderung statis, diperkaya oleh beragam bunyi hasil field recording yang telah dikumpulkan Rani sejak tahun 2019.
Setelah satu tahun berdomisili di Surakarta, Rani terdorong untuk mengeksplorasi potensi dialog lintas budaya melalui interaksi Kincia Aia dengan instrumen musik dari berbagai latar tradisi. Lewat pendekatan jamming dan improvisasi, Kincia Aia: Cultural Jamming menghadirkan ruang pertemuan bagi gagasan dan ekspresi musikal yang beragam, serta membuka cakrawala baru bagi perkembangan wacana Kincia Aia dalam konteks kontemporer.
ON STAGE
Sabtu, 16 November 2024
20:00 WIB
di Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah
Jl. Ir Sutami 57, Kentingan, Surakarta 57126
_____________________________________
Kincia Aia: Cultural Jamming
by Rani Jambak
Kincia Aia: Cultural Jamming — Rani Jambak’s Journey from Food Technology to Musical Instrument
Studio Plesungan returns with the 20th edition of On Stage on Saturday, 16 November 2024, at Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah. This edition features Kincia Aia: Cultural Jamming, a performance by Rani Jambak. Kincia Aia is a cultural innovation of the Minangkabau people, traditionally used as a communal irrigation system for rice fields and as a tool for grinding food ingredients into flour.
In 2022, Rani redesigned and repurposed Kincia Aia into a musical instrument, integrating traditional kinetic systems with sensor technology. This transformation opened new possibilities for musical composition with a steady tempo, enriched by a wide range of sounds gathered from field recordings Rani has been collecting since 2019.
After residing in Surakarta for a year, Rani became interested in exploring the interaction between Kincia Aia and musical instruments from other cultural backgrounds. Through jamming and improvisation, Kincia Aia: Cultural Jamming creates a space for intercultural dialogue in music, offering new perspectives for the evolution of Kincia Aia in a contemporary context.
Rani Jambak adalah seorang komposer, produser, perancang instrumen, dan vokalis berdarah Minangkabau asal Medan. Setelah menyelesaikan studi Master of Creative Industries di Macquarie University, Sydney, Rani memulai karier solonya. Ia mengeksplorasi musik elektronik dan soundscape yang dikumpulkannya dari berbagai wilayah di Indonesia. Pada November 2022, Rani Jambak menerima penghargaan The Oram Awards untuk kategori Internasional atas inovasinya dalam bidang suara, musik, dan teknologi, yang diserahkan dalam perhelatan Huddersfield Contemporary Music Festival 2022.
Rani Jambak is a composer, producer, instrument designer, and vocalist of Minangkabau heritage, born in Medan. After completing her Master of Creative Industries at Macquarie University in Sydney, she began her solo career. Rani explores electronic music and soundscapes gathered from diverse regions across Indonesia. In November 2022, she received The Oram Awards in the International Category for her innovation in sound, music, and technology, presented at the Huddersfield Contemporary Music Festival.
On Stage
Sabtu, 24 Mei 2025
20:00 WIB – selesai
di Studio Plesungan (Desa Plesungan rt03rw02, Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar Regency, Central Java 57181)
PING
oleh ELA MUTIARA
On Stage edisi kali ini akan menghadirkan karya “PING” oleh Ela Mutiara. Karya ini berawal dari ingatan atas pengalaman masa kecil Ela sebagai penonton Bajidoran, salah satu seni pertunjukan rakyat Sunda, Jawa Barat. Hal ini menjadi pintu masuk Ela untuk menyaksikan kedudukan pinggul pada perempuan yang secara umum dianggap sebagai simbol kesuburan. Pinggul perempuan umum dikaitkan sebagai pusat seksualitas; bersifat ekspresif, personal, dan intim. Namun bagi Ela, pinggul adalah poros gerak yang memuat ragam makna, membentang peristiwa di masa lalu dan masa kini. Melalui “PING” Ela melihat pinggul berada di antara yang transenden dan profan, yang privat dan publik, serta menghubungkan antara tubuh dan panggung. Melalui karya ini, Ela memaknai pinggul sebagai simbol yang digerakkan sekaligus menggerakkan, adaptif pada gerak zaman.
On Stage merupakan program rutin Studio Plesungan yang mempertunjukkan karya seni dari berbagai genre dan latar belakang, Hadir setiap dua bulan sekali, penyelenggaraan On Stage ditujukan untuk meningkatkan apresiasi publik terhadap karya-karya kontemporer melalui penyajian karya seniman terpilih dan bincang publik bersama seniman. On Stage dirancang juga untuk meningkatkan silaturahmi antar pekerja seni mandiri dan khalayak seni yang lebih luas.
On Stage
Saturday, 24 May 2025
8:00 PM (WIB) onwards
Studio Plesungan
(Desa Plesungan RT03/RW02, Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar Regency, Central Java 57181)
PING
by ELA MUTIARA
This edition of On Stage presents PING, a work by Ela Mutiara. Rooted in her childhood memories of watching Bajidoran—a traditional Sundanese folk performance from West Java—this piece becomes Ela’s point of departure for contemplating the significance of the hips in women’s bodies, widely perceived as a symbol of fertility. Often associated with sexuality, the hips are seen as expressive, personal, and intimate. Yet for Ela, the hips are a pivotal axis of movement, rich with layered meanings that stretch across time—from past events to present realities.
In PING, the hips are imagined as oscillating between the transcendent and the profane, the private and the public, linking the body with the stage. Through this work, Ela reimagines the hips not merely as a symbol but as both mover and moved—adaptive to the motion of time itself.
On Stage is a regular program by Studio Plesungan that showcases artistic works from diverse genres and backgrounds. Held every two months, the program aims to cultivate public appreciation for contemporary art by presenting works by selected artists, followed by public conversations with the creators. On Stage is also designed to foster meaningful connections between independent artists and a wider arts audience.
Ela Mutiara adalah koreografer dan penari kelahiran Sukabumi, Jawa Barat. Menyelesaikan studi masternya pada program Penciptaan Seni di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Sejak 2016, praktik tarinya banyak menelusuri peristiwa sejarah, tradisi, pola hidup dan perempuan, dalam perspektif sosial budaya Sunda. Auto-etnografi menjadi metode kerja yang dikembangkan dalam riset dan proses kreatifnya, menempatkan tubuh sebagai medium utama yang diekspresikan melalui karya tari, video, performance art dan pameran. Sejak 2020- sekarang, Ela mulai mempertanyakan bagaimana pinggul dan gerak pinggul hadir dalam tari kerakyatan Sunda. Pertanyaan ini telah membawanya pada pencarian panjang yang menelusuri sejarah, konteks, makna, serta eksistensi pinggul hari ini. Riset ini menjadi medan artistik dalam kerja studio yang masih dikembangkan hingga saat ini.
Ela Mutiara is a choreographer and dancer born in Sukabumi, West Java. She completed her Master’s degree in Artistic Creation at the Indonesian Institute of the Arts, Yogyakarta. Since 2016, her dance practice has explored historical events, traditions, ways of life, and the role of women—particularly through the lens of Sundanese socio-cultural perspectives. Auto-ethnography has become a central methodology in her research and creative process, with the body positioned as the primary medium—expressed through dance, video, performance art, and exhibition.
Since 2020, Ela has been investigating the presence and function of the hips and hip movements in Sundanese folk dance. This line of inquiry has led her on an extended journey through history, context, meaning, and the current existence of the hips. This ongoing research forms the artistic field of her studio practice, which continues to evolve to this day.
Siska Aprisia
The Sound After the Solitude #2

Studio Plesungan akan kembali bersama On Stage edisi ke-18 pada hari Jumat, 31 Mei 2024 di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah. Kali ini, On Stage akan menampilkan karya The Sound After the Solitude #2 oleh Siska Aprisia. Karya ini merupakan versi kedua dari karya The Sound After Solitude yang sebelumnya ditampilkan pada tahun 2021. “The Sound After Solitude #2” melanjutkan eksplorasi mendalam yang sudah dilakukan Siska sejak 2016 terhadap silek Ulu Ambek, sebuah silat tradisi dari Pariaman, Minangkabau. Tradisi silek Ulu Ambek adalah silat bathin yang dilakukan tanpa bersentuhan fisik dan dilakukan oleh para pemuda / laki-laki di Pariaman. Kini dipelajari oleh Siska dan ditafsirkan sebagai petuah yang tersampaikan melalui kerja gerak tubuh.
Ulu Ambek adalah silat tradisi yang berkembang di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Berbeda dari silat lainnya, Ulu Ambek adalah silat batin, tanpa bersentu han fisi k. Si lat ini hanya untuk laki-laki. Ulu Ambek hadir sebagai alat komunikasi antar manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan manusia sesama manusia. Pada Silat Ulu Ambek perempuan tidak diizinkan hadir dan berada di dalam gelanggang. Namun bisa menyaksikannya dari luar. Gelanggang berbentuk segi empat, yang lantainya terbuat dari bambu yang berlapis seng. Di atasnya pesilat dan rombongan duduk mengitari gelanggang dan di atasnya ada kain yang berwarna-warni di sebut «tabiah».
Kuatnya energi spiritual yang hadir saat Ulu Ambek berlangsung membuat para pesilat harus berkonsentrasi serta waspada. Jika tidak, maka malu lah yang di bawa pulang oleh pesilat. Malu yang ditanggung bukan hanya untuk diri pribadi, tapi satu kaum dan satu desa ikut menanggung. Kalah yang dimaksudnya dalam silat Ulu Ambek bagaimana cara melihatnya? Karena tidak bersentuhan secara fisik, bukan berarti tidak bertarung secara batin dan spiritual. Kalah di dalam istilah silat Ulu Ambek di sebut «buluih». Lawan di sebut Buluih saat ketahuan tidak fokus dan menerima kiri man penyakit dari lawan ke dalam tubuhnya.
Tubuh pesilat Ulu Ambek sebagai tubuh sehari-hari terlihat biasa saja, namun mata, tangan dan kaki selalu berada pada ruang kewaspadaan yang tinggi. Ketika ada yang mendekat tidak perlu menunggu lama tangan dan gelagat tubuhnya sudah seperti bersiap, apalagi saat berada di atas gelanggang. Gerakan yang seolah-olah seperti ayam , membuat gerakan yang terlihat sangat pelan dan penuh kehati-hatian, namun sesekali memberikan aksentuasi pada gerakan sambil meliuk dengan tegas menjadi sebuah dinamika tubuh yang kompleks. Secara batin gejolak tubuh dan tempo jantung harus lah terlihat tenang, jika tidak lawan akan mengetahuinya lewat mata. Maka suara hentakan keras dari kaki, serta suara vokal hep tah tih menjadi peringatan dari pesilat ke pesilat lawan agar berhati-hati. Hep tah tih keluar sebagai vokal internal dari dalam tubuh seakan-akan mengatakannya seperti peringatan 1, 2 dan 3.
Pada tahun 2023 dalam Temu Seni Indonesia Bertutur di Riau, Siska melakukan riset yang lebih mendalam tentang ungkapan dinamika dan ketegangan yang muncul dari pertemuannya dengan berbagai kebudayaan sebagai perempuan yang merantau. Dengan meleburkan pengalaman gerak Minangkabau dan laku tubuh selama merantau, The Sound After the Solitude #2 menerapkan kedalaman sikap sebagai sebuah metode interaksi antar personal. Seusai pertunjukan akan dilanjutkan dengan sesi bincang seniman yang akan ditemani oleh M. Hario Efenur, komposer musik asal Sumatera Barat.

Koreografer dan Penampil
Siska Aprisia
Siska Aprisia lahir pada tahun 1992 di Pariaman, Indonesia, saat ini berdomisili di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Siska menyelesaikan studi sarjana di Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Padangpanjang, dan menyelesaikan studi magister Penciptaan Tari di Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Siska saat ini bekerja sebagai penari, koreografer dan performer sejak 2016 hingga sekarang. Akhir-akhir ini, Siska sedang mempelajari teknik gambar dan menulis naskah. Karya-karyanya bersumber pada kebudayaan asalnya di Pariaman dan Minangkabau. Salah satu riset yang sedang ia jalani berpusat pada ketubuhan silek Ulu Ambek serta perjalanan perantauan.
Karya-karyanya telah di presentasikan di Sasikirana Dance camp, Nuart Bandung 2016, Forum Lingkar Tari Yogyakarta 2017, Lapuak-lapuak diKajangi oleh Gubuak Kopi 2020, Artjog 2021, Artjog 2022, Asiatri Yogyakarta 2021-2022, Asiatri Japan 2022, Pekan Kebudayaan daerah Sumatera Barat 2022, Ruang Waspada 2022 pada program Ruang dalam Project oleh komunitas Sakatoya, Ruang Waspada 2023 pada program Cabaret Chairil oleh Teater Garasi, Tunduk Pada Tanah (2023) pada Festival Legusa, The Connecting 2024, pada Pra Event Artjog di Komunitas Salihara Jakarta. Terpilih sebagai penari dan kolaborator di hip-hop company (Cie xpress) Prancis dari 2019-2025, melakukan tur, workshop, dan residensi selama dua bulan melalui program kerjasama Sasikirana dengan Institut France Indonesia.

Penanggap dan Pemantik Bincang Seni
M Hario Efenur
M. Hario Efenur, AKA Uncu, adalah seorang komposer, pemain musik berbasis tubuh, dan instrumentalis Indonesia yang tinggal di Lasi, Sumatra. Hario juga seorang peneliti dan penikmat kebudayaan etnis Minangkabau asal Sumatera Barat. Hario memiliki katalog karya nyanyian akapela hingga musik dari tepukan tangan, musik tubuh, ansambel bilik, sampai band pop yang terinspirasi gaya tahun 80-an. Hario mendirikan grup musik berbasis tubuh “Candasuara” yang bersumber dari silek, seni bela diri tradisional suku Minangkabau, menciptakan karya musik yang memadukan suara, perkusi tubuh/kain, dan tepuk tangan/hentakan dengan gerakan tarung dan tari.
Hario pernah menampilkan karyanya pada beberapa ajang seperti Festival Gamelan Internasional Solo dan Festival Musik Etnis Internasional. Pada tahun 2021, ia menjadi salah satu dari dua belas komposer yang dipilih oleh Festival Musik Tradisional Danau Toba. Pada tahun 2019, dia bekerja dengan Yuval Avital di Human Signs, sebuah karya online kolaboratif. Baru-baru ini ia tampil bersama Rani Jambak untuk menafsirkan kembali naskah Minangkabau “Tambo Alam Minangkabau” menjadi pertunjukan musik di Resonant Pages, SOAS University of London. Selain itu, Hario adalah pemain ukulele dan vokalis di Orkes Taman Bunga, sebuah band pop yang berupaya membuat budaya rakyat Sumatera dapat diakses oleh khalayak yang lebih luas. Bersama-sama, ia dan istrinya menjalankan Rumah Gagas, sebuah laboratorium dan ruang kreatif untuk pertunjukan kontemporer dan eksperimental.
Studio Plesungan akan kembali bersama On Stage edisi ke-18 pada hari Jumat, 31 Mei 2024 di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah. Kali ini, On Stage akan menampilkan karya The Sound After the Solitude #2 oleh Siska Aprisia. Karya ini merupakan versi kedua dari karya The Sound After Solitude yang sebelumnya ditampilkan pada tahun 2021. “The Sound After Solitude #2” melanjutkan eksplorasi mendalam yang sudah dilakukan Siska sejak 2016 terhadap silek Ulu Ambek, sebuah silat tradisi dari Pariaman, Minangkabau. Tradisi silek Ulu Ambek adalah silat bathin yang dilakukan tanpa bersentuhan fisik dan dilakukan oleh para pemuda / laki-laki di Pariaman. Kini dipelajari oleh Siska dan ditafsirkan sebagai petuah yang tersampaikan melalui kerja gerak tubuh.
Pada tahun 2023 dalam Temu Seni Indonesia Bertutur di Riau, Siska melakukan riset yang lebih mendalam tentang ungkapan dinamika dan ketegangan yang muncul dari pertemuannya dengan berbagai kebudayaan sebagai perempuan yang merantau. Dengan meleburkan pengalaman gerak Minangkabau dan laku tubuh selama merantau, The Sound After the Solitude #2 menerapkan kedalaman sikap sebagai sebuah metode interaksi antar personal. Seusai pertunjukan akan dilanjutkan dengan sesi bincang seniman yang akan ditemani oleh M. Hario Efenur, komposer musik asal Sumatera Barat.
Siska Aprisia lahir pada tahun 1992 di Pariaman, Indonesia, saat ini berdomisili di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Siska menyelesaikan studi sarjana di Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Padangpanjang, dan menyelesaikan studi magister Penciptaan Tari di Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Siska saat ini bekerja sebagai penari, koreografer dan performer sejak 2016 hingga sekarang. Akhir-akhir ini, Siska sedang mempelajari teknik gambar dan menulis naskah. Karya-karyanya bersumber pada kebudayaan asalnya di Pariaman dan Minangkabau. Salah satu riset yang sedang ia jalani berpusat pada ketubuhan silek Ulu Ambek serta perjalanan perantauan.
Karya-karyanya telah di presentasikan di Sasikirana Dance camp, Nuart Bandung 2016, Forum Lingkar Tari Yogyakarta 2017, Lapuak-lapuak diKajangi oleh Gubuak Kopi 2020, Artjog 2021, Artjog 2022, Asiatri Yogyakarta 2021-2022, Asiatri Japan 2022, Pekan Kebudayaan daerah Sumatera Barat 2022, Ruang Waspada 2022 pada program Ruang dalam Project oleh komunitas Sakatoya, Ruang Waspada 2023 pada program Cabaret Chairil oleh Teater Garasi, Tunduk Pada Tanah (2023) pada Festival Legusa, The Connecting 2024, pada Pra Event Artjog di Komunitas Salihara Jakarta. Terpilih sebagai penari dan kolaborator di hip-hop company (Cie xpress) Prancis dari 2019-2025, melakukan tur, workshop, dan residensi selama dua bulan melalui program kerjasama Sasikirana dengan Institut France Indonesia.
On Stage merupakan program rutin Studio Plesungan yang menampilkan karya seni pertunjukan setiap dua bulan sekali yang ditujukan untuk meningkatkan apresiasi publik terhadap karya-karya kontemporer melalui penyajian karya seniman terpilih dan bincang publik bersama seniman. On Stage dirancang juga untuk meningkatkan silaturahmi antar pekerja seni mandiri dan khalayak seni yang lebih luas.
Studio Plesungan adalah ruang seni yang didirikan oleh Melati Suryodarmo pada tahun 2012 di Desa Plesungan, Karanganyar. Studio Plesungan merupakan ruang terorganisir yang menyediakan kesempatan untuk riset, proses kreatif, presentasi karya khususnya seni performans, seni rupa dan seni pertunjukan lainnya. Studio Plesungan menyediakan ruang-ruangnya untuk program workshop, kuliah terbuka, pengkajian, diskusi umum dan artist in residence. Studio Plesungan berpihak pada prinsip pengolahan kedaulatan ilmu dan ekonomi para pelaku kesenian serta peningkatan sumber daya manusia terutama di bidang penciptaan dan produk pengetahuan.
Hari dan Tanggal Waktu : Jumat, 31 Maret 2024
Pukul : 20:00 WIB – selesai
Tempat : Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah
Jl. Ir. Sutami 57, Jebres, Surakarta
Contact Person: Verina (HP / Whatsapp 0821 3322 9593 )
Email: info@studioplesungan.org
www.studioplesungan.org
ON STAGE
Selasa, 26 Maret 2024
20:00 WIB – selesai
di Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah Surakarta
Jl. Ir Sutami 57, Kentingan, Surakarta 57126
_____________________________
The Precise Experience
oleh Ashley Ho + Dominik Naue
Pertunjukan berbasis skor ini dibangun berdasarkan latihan gerak yang mengeksplorasi tekanan fisik. Ini mengungkapkan kegembiraan, kenikmatan, dan keintiman yang dapat muncul dari rasa sakit, paksaan, dan beban yang disepakati bersama.
Sebelumnya telah mengeksplorasi kenangan yang tertanam dalam ketegangan dan lembutnya kekerasan serta keintiman melalui karya mereka, Domenik dan Ashley kini terlibat dalam sebuah latihan fisik yang berakar pada kepercayaan, pendengaran fisik, dan kepekaan. Ruang ini memberikan kemungkinan bagi mereka untuk mengeksplorasi batasan dan ambang batas tubuh masing-masing dan diri mereka sendiri, secara fisik dan emosional.
Berfluktuasi antara tekanan mikro dan makro, mereka harus saling mengenal lagi dan lagi. Setiap kali mereka bertemu dalam latihan ini adalah yang pertama kalinya, menantang persepsi mereka satu sama lain dan batasan mereka sendiri.
Musik dalam pertunjukan ini dikerjakan oleh Roel van der Meulen. Melalui desain suara yang diciptakannya, ia menawarkan perspektif lain mengenai tekanan dalam pertunjukan ini.
____________________________________________
Koreografi dan performans oleh Ashley Ho and Domenik Naue
Musik oleh Roel van der Meulen
Bincang seniman bersama Linda Mayasari.
___________________________________________
Ashley Ho dan Domenik Naue adalah seniman residensi Studio Plesungan’s Artist dari tanggal 18 – 29 March 2024 dengan dukungan ASEF, Dance Nucleous Singapore and Studio Plesungan.
ON STAGE
Tuesday, 26th March 2024
20 :00 PM
at Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah,
Jl. Ir Sutami 57, Kentingan, Surakarta 57126
_____________________________________
The Precise Experience
by Ashley Ho + Dominik Naue
This performance score builds on a movement practice exploring physical pressure. It unfolds the joy, pleasure and intimacy that can emerge from consensual pain, force, and weight.
Previously having explored memories that are embedded with the tension and tenderness of violence and intimacy through their work, Domenik and Ashley are now engaging in a physical practice that is rooted in trust, physical listening, and sensitivity. This space holds the possibility for them to explore the boundaries and thresholds of each other’s and their own bodies, physically and emotionally.
Fluctuating between micro and macro pressures, they have to get to know each other again and again. Every time they meet in this practice is the first time, challenging their perception of each other and their own boundaries.
The music in this show was made by Roel van der Meulen. Through the sound design he created, he offers another perspective on the pressures in this performance.
____________________________________________
Choreography and performance by Ashley Ho and Domenik Naue
Music by Roel van der Meulen
Artist talk with Linda Mayasari
_____________________________________________
Ashley Ho and Domenik Naue are Studio Plesungan’s Artist in Residency from 18 – 29 March 2024 with the support of ASEF, Dance Nucleous Singapore and Studio Plesungan.
ashleyho+domeniknaue
ashleyho+domeniknaue adalah kumpulan anggota tubuh dan hati. Mereka menciptakan pertemuan performatif transmedial, bermain di antara tari, puisi, musik, dan eksperimen skenografi. Ashley dan Domenik percaya pada pertunjukan sebagai praktik sosial—sebuah politik, proses yang intim dari berubah dan diubah. Lebih dari sekedar fokus yang konsisten pada tema-tema tertentu, karya-karya mereka mengusulkan sebuah cara untuk menyatu dengan dunia, yang menghadapi kekerasan melalui kerentanan dan keceriaan. Ashley dan Domenik bekerja seperti arkeolog, menggali dokumen – dokumen yang sangat pribadi dan menerjemahkannya ke dalam pengalaman fisik yang memicu imajinasi kolektif. Kolaborasi mereka terpelihara oleh persahabatan mereka, serta dukungan dari berbagai seperti Dansateliers, workspacebrussels, Over het IJ, Milvus Artistic Research Centre, De Nieuwe Oost, CAMPO, and Dance Nucleus. Karya mereka telah hadir di berbagai festival seperti Moving Futures, FAT Leiden, Dansand, Over het IJ, Offspring (SPRING Utrecht), dan Contemporary Dance Festival. Ashley dan Domenik lulus dari program Sarjana Tari/Penciptaan di ArtEZ University of the Arts pada tahun 2022, dan saat ini berbasis di Amsterdam, bekerja di antara Belanda, Belgia, dan Singapura.
Bincang Seniman bersama Linda Mayasari
Linda Mayasari adalah kurator in-house IDF (Indonesia Dance Festival), pernah bekerja sebagai direktur Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat periode 2017-2023. Saat ini Linda tengah menyelesaikan studi di program Magister Kajian Budaya di Universitas Sanata Dharma, sembari melakukan penelitian untuk menjelajahi persimpangan antara seni, politik dan pasca kolonialisme dalam konteks budaya dan sejarah Indonesia. Hingga saat ini, ia aktif di beberapa lingkar belajar seni dan sesekali secara swadaya bekerja sama dengan seniman lintas disiplin – terutama seni tari dan seni rupa- untuk melakukan eksperimentasi praktik kerja seni berbasis penelitian. Ia menerima Nusantara Academic Writing Award (NAWA) 2022 untuk penulisan penelitian tesisnya di Magister Kajian Budaya, Universitas Sanata Dharma berjudul “Bagong Kussudiardja: Estetika Jawa, Mabuk Amerika, dan Patriotisme Orde Baru”.
ashleyho+domeniknaue
ashleyho+domeniknaue is a collection of limbs and hearts. We create transmedial performative encounters, playing across dance, poetry, music, and scenographic experiments. We believe in performance as a social practice—a political, intimate process of transforming and being transformed. More than a consistent focus on specific thematics, our works propose a way of being with the world, that confronts harshness through vulnerability and playfulness. We work like archaeologists, excavating hyper-personal documents and translating them into physical experiences that fuel collective imagination. Our collaboration has been nurtured by friendship, as well as support from institutions such as Dansateliers, workspacebrussels, Over het IJ, Milvus Artistic Research Centre, De Nieuwe Oost, CAMPO, and Dance Nucleus. Our work has been presented in festivals such as Moving Futures, FAT Leiden, Dansand, Over het IJ, Offspring (SPRING Utrecht), and contact Contemporary Dance Festival. We graduated from the Dancer/Maker Bachelor’s programme at ArtEZ University of the Arts in 2022, and are currently based in Amsterdam, working between the Netherlands, Belgium, and Singapore.
Artist Talk with Linda Mayasari
Linda Mayasari is an in-house curator of IDF (Indonesia Dance Festival), having previously worked as the director of Cemeti – Institute for Art and Society from 2017-2023. She is pursuing a Master’s in Cultural Studies at Sanata Dharma University while pursuing personal research and writing, exploring the intersections of art, politics, and post-colonialism within Indonesia’s cultural and historical context. Occasionally, she works collaboratively with artists from various fields (particularly dance and visual art) to produce independent research-based projects. She was awarded the Nusantara Academic Writing Award (NAWA) in 2022 for her thesis research at the Masters’s program in Cultural Studies Sanata Dharma University titled “Bagong Kussudiardja: Javanese Aesthetics, Anything American, and New Order Heroism.
“The Precise Experience: Menggali Kenikmatan Dari Rasa Sakit Melalui Eksplorasi Tekanan Fisik”
Studio Plesungan akan kembali mengadakan On Stage pada Selasa, 26 Maret 2024 di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah. Pada edisi ke-17 kali ini, On Stage akan menampilkan karya The Precise Experience oleh ashleyho+domeniknaue. The Precise Experience adalah pertunjukan berbasis skor yang dibangun berdasarkan latihan gerak dengan mengeksplor tekanan fisik yang berakar pada kepercayaan, pendengaran fisik, dan kepekaan. The Precise Experience mencoba menggali kegembiraan, kenikmatan, dan keintiman yang dapat muncul dari rasa sakit, paksaan, dan beban yang disepakati bersama. Berfluktuasi antara tekanan mikro dan makro, Ashley dan Domenik harus saling mengenal lagi dan lagi, menantang persepsi dan batasan tubuh mereka sendiri, baik secara fisik maupun emosional.
ON STAGE adalah program rutin Studio Plesungan yang menampilkan karya seni pertunjukan setiap dua bulan sekali di Teater Arena – TBJT Surakarta. ON STAGE diadakan untuk meningkatkan apresiasi publik terhadap karya-karya kontemporer melalui penyajian karya seniman terpilih dan bincang publik bersama seniman.
_
Ashley Ho dan Domenik Naue datang ke Studio Plesungan sebagai seniman residensi dari 18 – 29 Maret 2024 dengan dukungan dari Asia Europe Foundation, Dance Nucleus Singapore dan Studio Plesungan.
_
Setelah pertunjukan akan diadakan bincang seniman yang akan ditemani oleh Linda Mayasari dari Yogyakarta.
ashleyho+domeniknaue adalah kumpulan anggota tubuh dan hati yang menciptakan pertemuan performatif transmedial, bermain di antara tari, puisi, musik, dan eksperimen skenografi. Ashley dan Domenik lulus dari program Sarjana Tari/Penciptaan di ArtEZ University of the Arts pada tahun 2022, dan saat ini berbasis di Amsterdam, bekerja di antara Belanda, Belgia, dan Singapura. Karya mereka telah hadir di berbagai festival seperti Moving Futures, FAT Leiden, Dansand, Over het IJ, Offspring (SPRING Utrecht), dan Contemporary Dance Festival.
Linda Mayasari adalah kurator in-house IDF (Indonesia Dance Festival), pernah bekerja sebagai direktur Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat periode 2017-2023. Saat ini Linda tengah menyelesaikan studi di program Magister Kajian Budaya di Universitas Sanata Dharma, sembari melakukan penelitian untuk menjelajahi persimpangan antara seni, politik dan pasca kolonialisme dalam konteks budaya dan sejarah Indonesia. Hingga saat ini, ia aktif di beberapa lingkar belajar seni dan sesekali secara swadaya bekerja sama dengan seniman lintas disiplin – terutama seni tari dan seni rupa- untuk melakukan eksperimentasi praktik kerja seni berbasis penelitian. Ia menerima Nusantara Academic Writing Award (NAWA) 2022 untuk penulisan penelitian tesisnya di Magister Kajian Budaya, Universitas Sanata Dharma berjudul “Bagong Kussudiardja: Estetika Jawa, Mabuk Amerika, dan Patriotisme Orde Baru”.
Pertunjukan dan Bincang Seniman
Hari dan Tanggal Waktu : Selasa, 26 Maret 2024
Pukul : 20:00 WIB – selesai
Tempat : Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah
Jl. Ir. Sutami 57, Jebres, Surakarta
Tiket
Harga Tiket:
Kategori A (on the spot umum) Rp25.000;
Kategori B (on the spot pelajar) Rp20.000;
Kategori C (early booking umum) Rp20.000;
Kategori D (early booking pelajar) Rp 15.000;
Informasi dan Pemesanan tiket:
HP/Whatsapp +62 82133229593 (Verina)
Atau daftar di :
https://forms.gle/c6mofww9brEMbaUq6


ON STAGE
Rabu, 12 Juli 2023
19:30 WIB
di Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah
Jl Ir. Sutami 57, Kentingan, Surakarta 57126
_________________________________
JAGAD GÊNDÈR GUMÊLAR
oleh Wahyu Thoyyib Pambayun
On Stage edisi ke-16 mempersembahkan Jagad Gêndèr Gumêlar, sebuah karya komposisi musik dari Wahyu Thoyyib Pambayun, komposer muda asal Solo. Pertunjukan ini akan digelar pada Rabu, 12 Juli 2023, di Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah.
Jagad Gêndèr Gumêlar merupakan rangkuman perjalanan artistik Wahyu dalam mengeksplorasi instrumen gêndèr. Melalui lima komposisi yang disusun antara tahun 2017 hingga 2022, Wahyu berupaya memperluas bahasa musikal gêndèr, merombak struktur ritmis yang baku menjadi lebih cair, serta mengolah garis-garis melodi yang biasanya jernih menjadi lebih bergejolak. Karya ini menawarkan pendekatan yang terbuka terhadap gêndèr, sebagai instrumen maupun sebagai ruang eksperimentasi, guna menghadirkan pengalaman musikal yang mendalam dan beragam.
Jagad Gêndèr Gumêlar mengeksplorasi beragam pola permainan, laya, dinamika, dan pengembangan teknik secara luwes terhadap pakem dan batas-batas tradisi.
Komposisi-komposisi yang Disajikan:
GUMRINING (2021)
Disusun untuk gender barung dan gender penerus, Gumrining mengeksplorasi teknik pipilan pada dua instrumen yang menggunakan laras berbeda: slendro dan pelog nem. Penggabungan dua laras ini menciptakan tantangan dalam posisi duduk, tata letak instrumen, serta permainan pithetan. Komposisi ini menyoroti interferensi gelombang bunyi dari interval laras yang berbeda.
Telah dipentaskan dalam:”Jelajah Bunyi Nusantara”, Taman Budaya Cak Durasim, Jawa Timur (2021), Pergelaran Virtual Nasional Bali-Dwipantara Adinatya, ISI Denpasar (2021),Gamelan Composers Forum (2022)
UMBARAN (2022)
Diciptakan untuk proyek komisi Gamelan Pacifica di Seattle, USA. Komposisi ini mengeksplorasi teknik umbaran—memainkan bilah-bilah gêndèr tanpa menahan resonansinya, yang menghasilkan efek bunyi gemrumbyung. Dalam tradisi, gemrumbyung dianggap “tidak bersih”, tetapi dalam karya ini justru ditawarkan sebagai bentuk keindahan alternatif.
SRAWUNG PENGUNG (2020)
Dalam bahasa Jawa, “srawung” berarti berinteraksi, sedangkan “pengung” berarti bodoh. Komposisi ini merupakan ajakan untuk saling mengenal dengan menanggalkan ego dan kepandaian. “Pengung” juga merujuk pada bunyi gaung bilah gêndèr. Komposisi ini lahir dari proses eksperimentasi lintas budaya dan menyatukan Gender Wayang Bali, Gender Barung Jawa, Calung Banyumas, serta musik elektronik.
BRAWALA (2019)
Berasal dari kosakata Sanskerta yang berarti saling bersahutan, Brawala menyatukan dua karakter suara yang kontras: gender barung dari perunggu dan gambang dari kayu. Interaksi antara dua timbre ini menjadi dasar eksplorasi komposisi.
Telah dipresentasikan dalam, Konser “Walayagangsa”, Jagongan Wagen PSBK Yogyakarta (2019), Konser “New Tradition: Pertunjukan Seni di Ruang New Normal”, TBJT Surakarta (2020), October Meeting – Contemporary Music & Musicians (2021)
ARUHARA (2018)
Merupakan eksplorasi teknik dan pola dari Genderan Ada-Ada Ngobong Dupa gaya Nyi Sumiyati/Bu Pringgo/Mbah Drigul. Komposisi ini didesain untuk menampilkan dan mengasah virtuositas pemain gender.
Telah dipertunjukkan dalam Solo International Gamelan Festival (2018), Yogyakarta Gamelan Festival (2018), Bukan Musik Biasa (2018), Pertemuan Musik Surabaya (2018)
Komposer
Wahyu Thoyyib Pambayun
Pengrawit
Nanang Bayu Aji
Harun Ismail
Laurentius Hanan Dwi Atmaja
Muh. Ainun Zibran
Tommy Yudha Prasetya
Maulana Prayogo
Ramdan Ardianto
Ni Made Ayu Dwi Sattvitri
Guruh Purbo Pramono
Dwiki Akhsan Muzaki
ON STAGE
Wednesday, 12th of Juli 2023
19:30 WIB
di Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah
Jl Ir. Sutami 57, Kentingan, Surakarta 57126
_________________________________
JAGAD GÊNDÈR GUMÊLAR
by Wahyu Thoyyib Pembayun
The 16th edition of On Stage presents Jagad Gêndèr Gumêlar, a musical composition by Wahyu Thoyyib Pambayun, a young composer from Solo. The performance will be held on Wednesday, July 12, 2023, at Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah. Jagad Gêndèr Gumêlar showcases Wahyu Thoyyib Pambayun’s artistic journey in exploring the gêndèr instrument. The concert features five musical compositions created between 2017 and 2022, emphasizing the expansion of the gêndèr’s musical language through flexible rhythmic structures and the transformation of transparent melodic lines into more turbulent ones. This project offers a space for openness in approaching the gêndèr, aiming to present a deep and diverse musical experience. It plays with variations in playing patterns, tempo, dynamics, and flexible techniques that engage with — and transcend — traditional cultural boundaries.
Presented Compositions:
GUMRINING (2021)
Gumrining is a composition for gendèr barung and gendèr penerus. The composer developed the pipilan technique and applied it to two gendèrs tuned to different scales: slendro and pelog nem. This combination presents challenges in player positioning, layout, and gendèr striking technique (pithetan). Gumrining focuses on the wave interference between tones from the slendro and pelog nem gendèrs. The piece has been performed at: 1) Jelajah Bunyi Nusantara, Taman Budaya Cak Durasim, East Java (2021); 2) National Virtual Performance “Bali-Dwipantara Adinatya” by ISI Denpasar (2021); 3) Gamelan Composers Forum (2022).
UMBARAN (2022)
Commissioned by the Pacifica Gamelan Ensemble based in Seattle, USA, Umbaran explores the technique of umbaran — striking the gendèr bars without dampening the vibrations. The resulting sound creates overlapping resonances, producing what is known as gemrumbyung. In traditional contexts, gemrumbyung is often avoided as it reflects poor gendèr technique. In this work, the composer reclaims gemrumbyung as a source of alternative sonic beauty within Javanese musical expression.
SRAWUNG PENGUNG (2020)
Srawung means “to interact,” while pengung means “foolish.” Together, Srawung Pengung refers to a state of open, mutual interaction achieved by setting aside ego and expertise. Interestingly, pengung is also an onomatopoeia representing the gendèr’s resonant echoes. This concept informed the composer’s collaborative experiments with musicians from various cultural backgrounds. The composition features interactions between Balinese Gender Wayang, Javanese Gendèr Barung, Calung from Banyumas, and electronic music.
BRAWALA (2019)
Derived from the Sanskrit term for “call and response,” Brawala explores the interaction between gendèr barung and gambang. It contrasts the sonic qualities of bronze gendèr and wooden gambang instruments. This composition has been presented at: 1) “Walayagangsa” concert, Jagongan Wagen at PSBK Yogyakarta (2019); 2) “New Tradition: Performing Arts in the New Normal Space” at TBJT Surakarta (2020); 3) October Meeting – Contemporary Music & Musicians (2021).
ARUHARA (2018)
Aruhara is a composition based on the elaboration of techniques, patterns, and melodies from the Genderan Ada-Ada Ngobong Dupa style as performed by Nyi Sumiyati, Bu Pringgo, and Mbah Drigul. This piece was composed to showcase and challenge the virtuosity of gendèr players. It has been performed at: 1) Solo International Gamelan Festival (2018); 2) Yogyakarta Gamelan Festival (2018); 3) Bukan Musik Biasa (2018); 4) Pertemuan Musik Surabaya (2018).
Composer:
Wahyu Thoyyib Pambayun
Musicians:
Nanang Bayu Aji
Harun Ismail
Laurentius Hanan Dwi Atmaja
Muh. Ainun Zibran
Tommy Yudha Prasetya
Maulana Prayogo
Ramdan Ardianto
Ni Made Ayu Dwi Sattvitri
Guruh Purbo Pramono
Dwiki Akhsan Muzaki
Wahyu Thoyyib Pambayun adalah komponis, pengrawit, dan pengajar. Karya-karyanya menunjukkan eksplorasi mendalam terhadap gamelan Jawa, baik dalam konteks tradisi maupun penciptaan bentuk-bentuk musikal baru. Ia juga aktif menyusun musik untuk seni pertunjukan seperti wayang, tari, dan film. Pada tahun 2016, ia bersama koleganya mendirikan komunitas Gamelan Kalatidha, kelompok pengrawit multi-instrumen yang memainkan repertoar tradisional maupun komposisi kontemporer.
Wahyu dan Gamelan Kalatidha telah tampil di berbagai festival, termasuk China-ASEAN Culture & Art Weeks, Festival Musik Tembi, International Gamelan Festival Solo, Yogyakarta Gamelan Festival, Pekan Komponis Indonesia, dan Gamelan Composers Forum.
Wahyu Thoyyib Pambayun is a composer, pengrawit, and educator. As a composer, he creates new compositions grounded in a strong foundation of traditional gamelan practice and deep research into expanding the musical language of Javanese gamelan. He composes music for concerts as well as for interdisciplinary collaborations with wayang, dance, and film. In 2016, he co-founded the Gamelan Kalatidha community with fellow musicians. Gamelan Kalatidha consists of multi-instrumentalist pengrawit capable of performing both traditional repertoires and new compositions. Wahyu and the ensemble have performed in various events including: the Opening Concert of China ASEAN Culture & Art Weeks, Festival Musik Tembi, Yogyakarta Gamelan Festival, International Gamelan Festival Solo, Pekan Komponis Indonesia, October Meeting: Contemporary Music and Musicians, Festival Bali Sangga Dwipantara, Bukan Musik Biasa, Pertemuan Musik Surabaya, Festival Gugus Bagong (Padepokan Seni Bagong Kussudiharja Yogyakarta), Jelajah Bunyi Nusantara, Kombo: Festival of Free Improvised Music, and Gamelan Composers Forum.