ON STAGE
31 Mei 2021
Teater Arena
Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta
Razan Wirjosandjojo
FAJAR DI UFUK BARAT
Fajar di Ufuk Barat merupakan karya koreografi yang mengangkat wacana tentang peralihan sebagai sebuah momen yang menjembatani masa lalu dengan masa depan. Peristiwa peralihan dalam karya ini dimaknai sebagai tindakan sadar untuk berpindah dari satu kondisi menuju perubahan yang baru. Setiap perubahan, pada dasarnya, selalu diawali oleh proses peralihan.
Karya ini berfokus pada keterlibatan manusia dalam menghadapi momen-momen peralihan tersebut, sekaligus menggali dinamika mental dan fisik yang menyertainya. Inspirasi karya ini berasal dari biografi Soekiman Wirjosandjojo, seorang tokoh politik dan dokter yang berperan penting dalam sejarah Indonesia pada era 1920–1960.
Durasi: 45 menit
Koreografi dan Tari: Razan Wirjosandjojo
Pemusik: Andi Muhammad Thoreq, Imam Daeng Sarro
Tata Cahaya: Yunianto Dwi Nugroho
ON STAGE
31 May 2021
Teater Arena
Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta
Razan Wirjosandjojo
DAWN IN THE WESTERN HORIZON
(Fajar di Ufuk Barat)
Dawn in the Western Horizon is a choreographic work that explores the concept of transition as an event that bridges the past and the future. Here, transition is understood as a conscious decision to act—connecting the condition one leaves behind with the change that lies ahead. Every change, in essence, begins with a moment of transition.
This piece focuses on the human role and presence within that moment of transition, reflecting on the mental and physical dynamics it entails. The work is inspired by the life story of Soekiman Wirjosandjojo, a political figure and medical doctor who played a significant role in Indonesia’s history between the 1920s and 1960s.
Duration: 45 minutes
Choreography and Dance: Razan Wirjosandjojo
Musicians: Andi Muhammad Thoreq, Imam Daeng Sarro
Lighting Design: Yunianto Dwi Nugroho
Razan Wirjosandjojo lahir di Jakarta pada tahun 1998. Ia memulai perjalanan tari melalui Hip-Hop pada tahun 2010, dan bergabung dengan Gigi Art of Dance pada tahun 2015 untuk mempelajari jazz dance dan modern dance. Sejak tahun 2017, Razan melanjutkan studi tari di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
Bagi Razan, praktik kesenian merupakan upaya menyadari kondisi pikiran dan mental dalam kaitannya dengan realitas sehari-hari. Ia menelusuri kerja tubuh untuk menemukan karakteristik bahasa tubuh dalam karya-karyanya melalui berbagai pendekatan artistik. Razan telah terlibat dalam produksi seni bersama sejumlah seniman seperti Melati Suryodarmo, Rianto, Lee Mingwei, dan lainnya. Kini, ia mulai aktif menciptakan karya-karyanya sendiri dan terus mendalami proses kreatif secara mandiri.
Andi Muhammad Thoreq lahir di Makassar pada tahun 2002. Ia mengenal dunia seni sejak usia tujuh tahun dan mulai tertarik dengan seni tradisi Jawa setelah mengikuti Lomba Tari Kreasi Anak Nasional pada tahun 2005. Pada tahun 2020, ia melanjutkan studi di jurusan Karawitan ISI Surakarta dan mulai menekuni instrumen rebab sebagai medium ekspresi musikalnya.
Imam Daeng Sarro, lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, pada tahun 2000. Ia mengenal seni Kesok-Kesok dan Sinrilik dari kakaknya, Arif Rahman Daeng Rate. Pada tahun 2016, Sarro bergabung dengan Sanggar Seni Budaya Turiolo Kajang sebagai penari dan pemusik. Sejak 2019, ia menempuh pendidikan di ISI Yogyakarta pada jurusan Pendidikan Seni Pertunjukan (Sendratasik), dengan fokus pada alat musik Kesok-Kesok dan tradisi bertutur Sinrilik. Di Yogyakarta, ia juga aktif dalam berbagai kegiatan kesenian di komunitas mahasiswa Sulawesi Selatan, dan menjabat sebagai pengurus Departemen Seni dan Budaya dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa Indonesia (IKAMI) Sulawesi Selatan.
Razan Wirjosandjojo was born in Jakarta in 1998. He began his dance journey in 2010 by studying Hip-Hop, and in 2015 joined Gigi Art of Dance to further explore jazz and modern dance. Since 2017, Razan has been pursuing a degree in Dance at the Indonesian Institute of the Arts (ISI) Surakarta.
For Razan, artistic practice serves as a way to become aware of the state of mind and mental condition within the realm of reality. He explores bodily work as a method for discovering a distinctive artistic language, employing various creative approaches. He has participated in productions led by prominent artists such as Melati Suryodarmo, Rianto, Lee Mingwei, among others. Razan is currently deepening his artistic process and developing his own body of work.
Andi Muhammad Thoreq was born in Makassar in 2002. He was first introduced to the arts at the age of seven and became interested in Javanese traditional arts after participating in the National Children’s Creative Dance Competition in 2005. In 2020, he began his studies in Karawitan at ISI Surakarta, where he developed a deep interest in the rebab and has since been dedicated to mastering the instrument.
Imam Daeng Sarro, born in Bulukumba, South Sulawesi in 2000, was introduced to the traditional arts of Kesok-Kesok and Sinrilik by his older brother, Arif Rahman Daeng Rate. In 2016, he joined the Turiolo Kajang Arts and Culture Studio as a dancer and musician. Since 2019, he has been studying Performing Arts Education at ISI Yogyakarta, with a focus on the traditional instrument Kesok-Kesok and the oral storytelling art of Sinrilik. He remains active in the South Sulawesi student community in Yogyakarta and also serves in the Arts and Culture Department of the Indonesian Student Family Association (IKAMI) of South Sulawesi.