MONICA HAPSARI

 

Monica Hapsari adalah seniman visual dan illustrator yang juga mengeksplorasi bunyi & vocal. Seniman yang berbasis di Tangerang ini adalah lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. Saat ini dia bekerja sebagai dosen. Dia adalah salah satu finalis UOB Painting of The Year 2018 dan aktif sebagai anggota LSM reboisasi bernama Tree Of Heart pada bagian Pemasaran dan Advokasi.

Dia mempelajari berbagai praktik spiritual tradisional sebagai proses pembelajaran untuk hidupnya, menggabungkannya dan menafsirkannya dengan seni visual dan karya suaranya. Dia pernah mengikuti acara-acara seperti Radio Nusasonic #4 : Quiet Riot 2021 (Nusasonic adalah proyek multi-tahun yang dibuat secara kolaboratif oleh Yes No Klub (Jogjakarta), WSK Festival of the Recent Possible (Manila), Playfreely / Black Kaji (Singapura) dan CTM Festival for Adventurous Music & Art (Berlin), “Thoughts and Ideas” Vol.2 Radio Show, 2021, Mutant Radio Tbilisi, Georgia yang dikuratori oleh Que Sakamoto dan Sacred Rhythm Reborn Unison Festival 2020 dan memamerkan karya senandungnya di HAH Project dengan OmniSpace di Zeitraumexit, Mannhein, Jerman, 2021 dan Terletak Sound IV : Eulogies oleh Array Music Toronto, 2021.

Bidang seni yang multi disiplin membuatnya memiliki banyak sudut pandang terhadap karya-karyanya. Dari seni visual, musik, frekuensi, hingga seni performans. Sebagian besar karyanya berfokus pada frekuensi ilmiah, ketidaksempurnaan pita suara dan pengaruhnya terhadap indera primordial dan area psikologis manusia. Dia paling menghormati ketidaksempurnaan dan kegagalan, serta memperlakukan lagu dan pertunjukan bukan sebagai alat keindahan dan kesempurnaan, melainkan sebagai media eksplorasi yang sedang berlangsung guna menghormati semangat kebersamaan manusia yang menyenangkan.

Upaya untuk  menjadi hibrida, sebuah sihir ilmiah.

Sebuah perayaan ketidaksempurnaan manusia.

Sebagian besar karya visual dan proyek bunyinya berbicara tentang jalannya menuju pemurnian dan pengampunan. Sebuah perjalanan di dalam, ke Diri batinnya, makro kosmos sebagai proyeksi mikro kosmos dan bagaimana dia berjuang dan berayun untuk mencapai jalan pulang ke “Rumah”

 —

Monica Hapsari is a Tangerang-based visual artist, illustrator, and a sound – vocal explorer. She is graduated from the Faculty of Visual Art and Design, Institut Teknologi Bandung. Currently, she works as a lecturer and active member of a reforestation NGO called Tree Of Heart as a Marketing and Advocation team.

She has been learning various traditional spiritual practices as a learning process for her life and reinterpreted it through her visual art and sound works. She was one of the finalists of UOB Painting of The Year 2018 and had joined several events such as; Nusasonic Radio #4: Quiet Riot 2021 (Nusasonic is a multi-year project collaboratively created by Yes No Klub (Jogjakarta), WSK Festival of the Recently Possible (Manila), Playfreely / Black Kaji (Singapore), and CTM Festival for Adventurous Music & Art (Berlin), “Thoughts and Ideas” Vol. 2 Radio Show, 2021, Mutant Radio Tbilisi, Georgia curated by Que Sakamoto and Sacred Rhythm Reborn Unison Festival 2020 and exhibited her work in H.A.H. Project with OmniSpace at Zeitraumexit, Mannheim, Germany, 2021 and Situated Sound IV: Eulogies by Array Music Toronto, 2021.

Her multi-disciplinary practice enriches her way to see her visual art, music, frequencies, and performance artworks. Most of her works are focusing on scientific frequencies, the imperfection of the vocal cord, and its effect on the human primordial sense and psychological area. She respected imperfection and failure the most and treats song and performance not as a tool of beauty and perfection, but as an on-progress trial and error exploration for her to respect the playful kindred spirit of humans.

An attempt for hybrid, scientific sorcery.

A celebration of human imperfection.

Most of her visual works and sound projects talk about her pathway to purification and forgiveness. A journey within, to her inner Self, the macro cosmos as a projection of the microcosm and how she struggles and sways her way to reach her way back “Home”.