TANDA DAN INGATAN Exhibition and Live Performance Art

TANDA DAN INGATAN

Exhibition and Live Performance Art

08 – 09. 10. 2021

Galeri Seni Rupa

TBJT
Surakarta

TANDA DAN INGATAN

“Ingatan tentang yang lampau datang dalam keniscayaan yang kini.
Ia ada dalam luasan segala arah.
Dan waktu hanya menuju yang akan datang.”
Melati Suryodarmo , 8 Oktober 2021

Untuk kedelapan kalinya, On Stage akan diselenggarakan pada hari Jumat, 8 Oktober dan Sabtu, 9 Oktober 2021 di Galeri Besar Taman Budaya Jawa Tengah.

Pada kesempatan ini, On Stage menghadirkan karya-karya seni performans dan video performans dari 18 seniman. Mereka adalah Achri Hendratno, Dani S. Budiman, Dimas Eka Prasinggih, Ferry Alberto Lesar, I Made Yogi Sugiartha, Luna Dian Setya, Megatruh Banyu Mili, Mekratingrum Hapsari, Muhammad Bangkit Syamsudin, Muhammad Hasyim, Razan Wirjosandjojo, Sekar Tri Kusuma, Sulaiman, Suntoro Aji Nugroho, Yezyuruni Forinti, Annastasya Verina Aryanti dan Gabriela Hasianna.

Sebagian besar dari peserta pameran ini telah mengikuti proses pembelajaran dalam Kelas Melati Suryodarmo di Studio Plesungan sejak tahun 2020. Seiring dengan keterlibatan mereka dalam berbagai aktivitas program dan acara, mereka telah menghasilkan beberapa karya seni performans dan video performans.
Dikuratori oleh Melati Suryodarmo, pameran ini akan menampilkan beberapa video dokumentasi performans diantaranya dari keikutsertaan mereka pada program “A day of public actions for freedom and democracy”, sebuah program aksi performans internasional yang diinisiasi oleh Equinox x Equinox, sebuah kolektif seni performans dari Jerman. Pada bulan Maret 2021, para seniman yang bergabung pada pameran ini ikut serta merespon peristiwa kudeta militer di Myanmar melalui sebuah aksi kolektif internasional bertajuk Transnation. Serangkaian karya video pendek “Raimu”, yang merupakan hasil telisik atas tema identitas manusia juga akan ditayangkan.
Pada bulan November 2020, Kelas Melati Suryodarmo melakukan “Pilgrim” sebuah ziarah alam di daerah pesisir Pacitan, Jawa Timur sebagai program khusus dari Undisclosed Territory #12. Film dokumenter pendek tentang kegiatan ini juga akan bisa ditonton selama pameran berlangsung,
Digerakkan oleh telisik atas ingatan dan hubungannya dengan benda-benda yang terkait sebagai penanda ingatan tersebut, pameran dua hari ini akan menampilkan tujuh aksi performans berdurasi panjang yaitu “Me Time” karya Dani S. Budiman, “Is it enough?” karya Dimas Eka Prasinggih, “Satu Hari untuk Mengingat”, karya Mekratingrum Hapsari, “Surga di telapak kaki siapa ”, karya Razan Wirjosandjojo, “Safe Space to Save”, karya Sekar Tri Kusuma, “Water is Live” karya Sulaiman dan “Ari-ari” karya Suntoro Aji Nugroho.

On Stage adalah program rutin Studio Plesungan yang menampilkan karya seni pertunjukan setiap dua bulan sekali yang ditujukan untuk meningkatkan apresiasi publik terhadap karya-karya kontemporer melalui penyajian karya seniman terpilih dan bincang publik bersama seniman. On Stage dirancang juga untuk meningkatkan silaturahmi antar pekerja seni mandiri dan khalayak seni yang lebih luas.

Studio Plesungan adalah ruang nir-laba yang didirikan oleh Melati Suryodarmo pada tahun 2012 di Desa Plesungan, Karanganyar. Studio Plesungan merupakan ruang terorganisir yang menyediakan kesempatan untuk riset, proses kreatif, presentasi karya khususnya seni performan, seni rupa dan seni pertunjukan lainnya. Studio Plesungan menyediakan ruang-ruangnya untuk program workshop, kuliah terbuka, pengkajian, diskusi umum dan artist in residence. Studio Plesungan berpihak pada prinsip pengolahan kedaulatan ilmu dan ekonomi para pelaku kesenian serta peningkatan sumber daya manusia terutama di bidang penciptaan dan produk pengetahuan.

ME TIME

Dani S. Budiman

“Me Time” menelusuri tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan waktu. Kemelekatan manusia terhadap masa lalu, masa kini, dan masa depan membawa seniman pada pemikiran atas ketepatan dan kemungkinan. Seniman meyakini ketepatan masa lalu yang dilihat dari sudut pandang masa kini sebagai hal yang mutlak dan Ketepatan atas masa lalu membuka kemungkinan-kemungkinan baru yang tidak terduga. Hubungan tersebut terus bergulir sebagai siklus yang terus berkaitan.

Dani melihat bahwa ketepatan adalah tentang masa lalu yang kaitannya tentang sesuatu yang telah teruji, dan kemungkinan adalah tentang konstruksi pikiran yang muncul dari apa yang ditemui di masa lalu dan menjadi sebuah batas dalam menyikapi masa depan/masa yang akan datang. Baginya kemungkinan bekerja sesuai dengan kapasitas serta batas yang telah dibuatnya dari ketepatan masa lalu, dan kemungkinan tak terduga adalah kompleksitas dari waktu itu sendiri, yang juga akan menjadi ketepatan baru dalam merekonstruksi pikiran terkait masa depan berikutnya.

Dani memahami hubungan waktu dengan manusia sebagai hubungan yang kontradiktif. memiliki hubungan yang kontradiktif dengan manusia, dan tidak lepas dari kehidupan masa lalu, masa kini dan masa depan.

Durasi : 120 menit

SATU HARI UNTUK MENGINGAT(One Day to Remember)

Mekratingrum Hapsari

Dalam hidup, kita pasti pernah mengharapkan sebuah pemberian atau hadiah dari siapapun yang ada disekitar kita. Suatu penghargaan yang diterima dari hasil kerja keras dan usaha, atau hadiah diberikan untuk memperingati suatu hari dan figur orang yang spesial. Bagi sebagian orang, hadiah merupakan sesuatu yang dinantikan. Namun bagi sebagian lainnya hadiah merupakan sesuatu hal yang biasa, dan mungkin mereka berpikir mereka pantas mendapatkannya. Hadiah tidak selalu berbentuk dan dapat dipegang, melainkan ada banyak hal yang kita dapat selama hidup sebagai sebuah hadiah.

Suatu ucapan atau ungkapan yang diberikan orang lain kepada kita adalah hadiah bentuk rasa kepedulian. Banyak hal yang ingin disampaikan kepada orang yang kita sayangi, perasaan senang, marah, syukur, sedih, kekecewaan yang ingin disampaikan melalu sebuah surat.

Seperti saya, yang selalu mengucapkan rasa syukur atas segala situasi dan kondisi dalam kehidupan melalui doa. Saya berdoa karena saya diberi hidup, keluarga, teman, tenaga, perasaan, dan tak lupa talenta saya dalam menari. Saya bersyukur karena saya dapat menyempatkan waktu saya untuk berdiam dan mengkomunikasin perasaan saya melalui doa. Dalam karya ”Satu Hari untuk Mengingat“ / ”One Day to Remember“ saya mengajak penonton atau partisipan untuk menuliskan sebuah pesan yang mereka ingin sampaikan.

Surat-surat tersebut akan divisualkan melalui gerak tanpa harus membacakannya di depan publik, dan setiap orang akan memiliki pengalaman atau interpretasi yang berbeda mengenai isi surat tersebut.

Durasi : 120 menit

SURGA DI TELAPAK KAKI SIAPA?

Razan Wirjosandjojo

Dalam “Surga di Telapak Kaki Siapa?”, Razan membaca bayangannya bagaimana peradaban manusia tumbuh dari masyarakat yang menanti ketidakpastian. Karya performans ini merujuk pada karakter manusia untuk bertahan dan bergerak dengan keterbukaan diri terhadap proses timbal balik rasa dan adanya  kemawasan atas ketertakdugaan yang terjadi seiring dengan berjalannya waktu.

Durasi: 3 jam

 

SAFE SPACE TO SAVE (Ruang yang  Aman untuk Menyimpan)

Sekar Tri Kusuma

“Ruang yang  Aman untuk Menyimpan” adalah karya seni performans Sekar berdurasi panjang yang melibatkan partisipasi pengunjung untuk berinteraksi bersama. Sekar menghadirkan suasana kehangatan dan kebersamaan yang mengambil titik pusat interaksi di atas karpet yang digelar.  Sekar melihat kehangatan bagaikan pusat yang menjaga kestabilan. Terlepas dari persoalan fisikal, kehangatan dirasakan oleh tiap insan meski sedang berada di ruang dan waktu yang berbeda. Karya ini terinspirasi dari budaya mudik Lebaran di keluarga Sekar yang selalu berhasil menghadirkan suasana piknik. Pengalaman piknik mengajarkan Sekar bahwa kesejahteraan yang dimiliki tidak bergantung pada kemapanan secara finansial melainkan kebahagiaan secara emosional. Tidak ada kata yang lebih berkesan daripada kenangan piknik bersama keluarga, ingatan yang masih tersimpan dengan redup dan semu.

Durasi : 8 jam

 

ARI-ARI

Suntoro Aji Nugroho

Bagi Suntoro, Raga bukan hanya sebatas media untuk menyimpan nyawa, akan tetapi raga akan menyerap semua memori-memori selama nyawa masih tersimpan didalam raga. Beberapa bagian dari raga memikiki batasan dalam penggunaan waktu maupun fungsinya. Secara disengaja maupun alamiah salah satu bagian tersebut akan terlepas dari badannya seperti kulit, kuku, rambut, maupun plasenta/ari-ari.

Plasenta / ari-ari dipilih sebagai dasar pemikiran. Alasan pemilihan karna saya secara pribadi tidak mengingat bagaimana proses terlepasnya bagian tubuh tersebut. Satu-satu yang masih saya tangkap adalah bagian tubuh tersebut membantu saya tetap hidup, akan tetapi saya melupakannya.
Dewasa ini kesadaran mulai bermunculan dari perkembangan teknologi maupun keilmuan, maka dari itu karya performatif ini berkaca pada perlakuan terhadap bagian tubuh tersebut.

Aksi performatif dengan menyunggi kendil diharapkan memberikan kesadaran bagaimana memperlakukan tubuh kita. Tubuh yang senantiasa menyimpan memori, tubuh yang membantu menopang kehidupan, tubuh yang mencerminkan kondisi kesehatan, maupun tubuh yang mencerminkan perasaan. Tubuh akan berevolusi menyesuaikan lingkungan demi menjaga kestabilan, senantiasa kesadaran diharapkan mampu merespon hal tersebut.

 

WATER IS LIVE

Sulaiman

Air adalah bagian penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi yang diketahui sampai saat ini.

Berangkat dari pengalaman pribadi saya dengan melihat rutinitas ibu setiap paginya dengan mengambil air sumur didekat belakang rumah, tujuan dari hal tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga, juga untuk memasak,minum,mandi dan mencuci. Dengan hal ini  saya melihat peran air sebagai ide proses kekaryaan , dimana air sangat penting dalam kehidupan.

Durasi : 60 Menit

 

IS IT ENOUGH ?

Dimas Eka Prasinggih

Karya ini bersumber dari rasa ingin tampil yang hadir secara alamiah dari diri manusia. Rasa ini terus mengikuti kemana manusia berjalan sesuai masa. Menjadi kan manusia yang selalu berefleksi pada kehidupan yang lampau atau keinginan-keinginan pada masa depan yang tidak pernah ada batasnya.

Durasi : 12 Jam

 

 

 

“Habituasi”

Annastasya Verina

2021

Karya ini berangkat dari pengalaman saya yang dihadapkan dengan sebuah kebaruan dimana pada akhirnya menuntut saya untuk melakukan sebuah penyesuaian. Penyesuaian dalam hal ini disikapi sebagai sebuah proses dalam memahami kebaruan itu sendiri.

Durasi : 1 menit

“U Feel”

Dani S Budiman

2021

“Ada hal buruk dalam diri kita, dan itu akan menyadarkan kita pada hal baik yang tidak kita perhatikan”

Durasi : 1 minute

“PAUSE”

Dimas Eka Prasinggih

2020

“PAUSE” menjadi bentuk protes dan mempertanyakan kembali konsep takdir, yang ditanamkan sejak dini di beberapa aliran kepercayaan. Pemahaman takdir merupakan salah satu doktrin. Takdir diajarkan kepada manusia agar dipaksa untuk menerima dan melakukan hal-hal yang sejalan ataupun bertentangan dengan keinginan hati. Bukankah aliran kepercayaan seharusnya membawa kedamaian, ketenangan, penerimaan serta kebebasan diri?. Jika konsep takdir ini ada, lalu bukankah sama jadinya aliran kepercayaan dengan para diktator besar dunia?

Durasi 1 menit

 

“OBSESI”

Gabriela Hasianna

2021

OBSESI bermula dari perasaan gelisah terhadap diri sendiri yang terkadang menimbulkan keinginan untuk merubah sesuatu yang dirasa tidak sesuai, contohnya bentuk fisik. Perempuan terkadang dimaknai hanya dari tubuhnya dan pemaknaan yang sempit tersebut berasal dari lingkungan masyarakat. Sedangkan identitas perempuan seharusnya menyertakan kebebasan dan kesadaran dari dirinya sendiri.

Durasi 1 menit

 

 

“SING-SING”

Luna Dian Setya

2020

SING-SING berangkat dari gagasan mengenai tindakan sia-sia dalam pengaruh romantis tanpa logika. Sing dalam bahasa Inggris artinya menyanyi, sementara sing-sing dalam bahasa Jawa artinya adalah perbuatan yang tak bermanfaat atau sia-sia. Perupa melakukan aksi memasukkan ikan bandeng (Chanos chanos) yang sudah mati ke dalam mulut, menggigitnya dan kemudian menyenandungkan lagu “Fly me to the moon” yang dipopulerkan oleh Frank Sinatra. Ikan bandeng dipilih sebagai benda yang menggambarkan posisi zodiak Venus pada Pisces yang sering dikaitkan dengan kerentanan untuk melakukan pengorbanan tak perlu dalam sebuah relasi romantis. Bandeng dipilih sebagai jenis ikan konsumsi yang mudah didapat dan secara kultural akrab dengan perupa. Aksi ini merupakan kesadaran perupa yang melihat, bahwa mempertahankan sikap manis dalam suatu relasi antar manusia tanpa didasari akal sehat adalah sebuah pembungkaman diri yang tak berguna dan pada akhirnya akan terasa memuakkan.

Durasi : 1 Menit

“Urip Mung Mampir Ngombe”

Megatruh Banyu Mili

2020

Urip Mung Mampir Ngombe merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti hidup hanya untuk numpang minum. Pesan ini dahulu sering sekali disampaikan oleh orang tua saya untuk mengingatkan perihal hidup yang hanya sejenak seperti orang sedang minum dan seperti gelas kosong yang harus rela diisi dengan air oleh siapapun untuk dicerna. Seberapa batas air itu bisa dicerna? Lalu kapan kita makan? Dan mengapa harus hidup bila hanya sejenak?

Durasi: 1 menit

 

“Sorrow”

Mekratingrum Hapsari

2020

Terkadang sakit yang kita alami selama hidup mampu merubah diri kita. Pengalaman yang selalu ada akan tetap menjadi guru untuk mengajarkan kita banyak hal. Sesaat mengingatkan kenangan masa lalu saya sebagai pribadi yang berjalan segaris sesuai dengan jalan yang telah dibuat dan ditata sedemikian rupa. Namun satu memori yang saya terima, dimana situasi memaksa saya untuk berubah, pengalaman untuk dapat melawan rasa sakit yang diterima selama bertahun-tahun. Inilah saya, sekarang, yang duduk di depan anda.

Durasi: 1 menit

“Wirasa”

Sulaiman

2021

Wirasa dalam definisi Tari adalah penjiwaan, penghayatan, dan pengekspresian gerak dalam tari. Dalam hal ini saya lebih menekankan pada wujud ekspresi wajah, dengan menghadirkan 4 material yaitu gula, garam, jeruk, dan cabai. Material ini dimakan menggunakan indra pengecap, capaian yang dimaksud yaitu ekspresi wajah yang berubah-ubah sesuai dengan material yang dimakan nantinya.

Durasi: 1 menit

 

 

“In-Your-Face”

Razan Wirjosandjojo

2020

“In-Your-Face” menjadi ekspresi dari kelu yang saya rasakan setelah melihat beberapa dokumentasi sejarah yang mencatat perjalanan era pasca-proklamasi Indonesia. Rasa kejut muncul karena kesadaran akan ketidaktahuan dan kesalahpahaman saya tentang sejarah. Melalui pengalaman rasa ini pula muncul pertanyaan akan berbagai hal yang diajarkan kepada saya sejak kecil dan saya sampai dengan saat ini. Saya melihat keterkejutan ini sebagai sebuah pengingat untuk terus mempertanyakan sejarah sebagai sebuah aktivitas yang menyadarkan.

Durasi : 1 menit

“Blur”

Sekar Tri Kusuma

2020

Dalam karya Blur seniman melakukan aksi melepas kontak lensa. Aksi tersebut adalah wujud ekspresi perasaan lega setelah menggunakan kontak lensa. Rasa pedih, gatal, dan tidak nyaman selama menggunakan kontak lensa direfleksikan sebagai dampak setelah menerima komentar-komentar negatif yang dilontarkan oleh orang lain.

Terkadang sebagai individu kita rela untuk melakukan hal yang tidak diinginkan demi kebahagiaan orang lain. Keputusan tersebut muncul atas ketakutan yang dirasakan. Ketakutan terhadap konsekuensi atas keputusan kita sendiri membuat pikiran berkecamuk, hingga secara berlebihan menduga-duga apa yang akan terjadi.

Gambaran tersebut merupakan saya beberapa tahun yang lalu. Ketakutan tersebut memaksa saya menjadi orang lain, tidak mengenal dan enggan menjadi diri sendiri, hingga pada akhirnya saya melupakan bagaimana cara untuk mengenali diri sendiri.

Karya ini mengingatkan saya bahwa pengendalian diri merupakan suatu anugerah yang tidak dapat tergantikan, terlebih jika hal tersebut menyangkut kebahagiaan

Durasi: 1 menit

“d’Arah”

Suntoro Aji Nugroho

2020

d’Arah terinspirasi dari aliran darah yang berfungsi sebagai jaringan pengikat. Ikatan yang membawa suplai nutrisi ke setiap organ tubuh serta mengangkut bahan kimia hasil metabolisme yang mungkin dapat merusak bagian dalam tubuh. Memberikan kesadaran tentang ikatan sebab, akibat, dan fungsi dari kehidupan manusia.

Durasi: 1 Menit

“Cover”

Yezyuruni Forinti

2020

Penampilan fisik manusia adalah penampilan luar manusia yang mudah diamati dan dinilai oleh orang lain. Penampilan fisik disadari atau tidak, mampu menimbulkan respon atau tanggapan tertentu dari orang lain. Penampilan mencerminkan kepribadian seakan-akan menjadi sebuah kebenaran yang tak dapat diganggu gugat. Mereka yang berpenampilan kacau dengan celana koyak, kaus oblong, memakai tindik, dan bertato seakan-akan seperti makhluk terburuk di dunia daripada mereka yang kemejanya licin, sepatu mengkilap, rambut rapi, dan duduknya tegap. Tidak selamanya mereka yang berpenampilan bersih dan rapi adalah orang yang baik dan sebaliknya tidak selamanya mereka yang berpenampilan tidak bersih dan rapi adalah orang yang buruk. Lihat dalamnya!!!

Durasi: 1 menit

 

Achri Hendratno

 

 

Kembalikan Hak-ku

2021

Bangkit Syamsudin

Short Performance dengan judul “Kembalikan Hak-ku” berfokus pada aksi demonstrasi masyarakat Myanmar yang menanggapi adanya kudeta dalam sistem pemerintahannya. Dengan raut wajah murung dan kebingungan, menahan rasa sakit atas ketidakadilan yang terjadi. Dalam hati masyarakat seolah berpuisi “apa yang salah dalam diriku? Kenapa aku mati tanpa ‘dasar’, sedangkan pendapatku belum di pertimbangkan!? Aku bisa bersuara tapi tidak diberi hak berbicara. Tolong Kembalikan Hak’ku”.

 

Kinang

2021

Dani S. Budiman dan Sulaiman,

Budaya menginang adalah bagian dari salah satu tradisi yang masih melekat di Myanmar. Beberapa diantaranya masih melakukan budaya menginang terutama masyarakat Myanmar yang masih bersifat lekat dengan kehidupan tradisional. Dan tidak jarang pula masyarakat modern yang juga melakukannya. Hal ini yang kemudian menjadi sesuatu yang menarik ketika menempatkan kinang sebagai sebuah ekspresi atas isu kudeta di Myanmar, dimana kinang sendiri dapat menjadi sebuah identitas wilayah dan budaya. Kursi disini dihadirkan sebagai sebuah simbol atas kedudukan, dari aksi yang dilakukan bagaimana meludah menjadi sebuah cara dan sikap perlawanan terkait situasi dan keadaan tertentu. Memberikan aksi dengan meludahi kursi adalah  sebuah upaya yang sia-sia dari bagaimana kayu yang dibenturkan dengan ludah yang sifatnya cair atau air. Dari hal ini kursi kemudian disikapi menjadi simbol kekuatan yang dominan dibanding eksistensi “kinang”.

 

Tanpa Judul

2021

Dimas Eka Prasinggih

 

 

Soul WAY “WhoAreYou”

2021

Ferry Alberto Lesar

Diawali dengan material/tubuh dan diakhiri dengan keutuhan jiwa. Dalam mencari kebenaran absolut terhadap pengaruh tubuh/material kepada jiwa secara tidak langsung kita menguji kekuatan tubuh yg kita miliki saat ini, menjadi upaya pemberontakan jiwa yang berusaha mendapatkan posisi perawatan yg ideal menurut setiap subjek yang hidup. Dalam hal ini bukan hanya tubuh yang terperangkap dalam ruang konkret seperti rumah/gedung namun jiwa juga ikut terperangkap didalam tubuh manusia.

Upaya membebaskan jiwa yang terperangkap ini menjadi alasan saya bertanya , apakah tubuh adalah perangkap bagi jiwa? Atau tempat jiwa ini belajar mempurifikasikan kedagingan/tubuh?

FINIBUS

2021

I Made Yogi Sugiartha

Kemampuan tubuh menyesuaikan ruang ketidakpastian menciptakan batas diantara ruang di luar tubuh dan ruang personal. Intervensi antara tubuh dengan suatu sistem seringkali melahirkan paradoks karena ingatan tentang hal-hal yang menjadi kontradiktif. Ketidakbebasan ini kadang berada di posisi yang sulit diterima meskipun batas juga memiliki ketentuannya sendiri. Kita (tubuh) akan terus bernegosiasi dengan perubahan ruang dan situasi apa yang akan terjadi didepan.

Nimang

2021

Luna Dian Setya

Sebuah tindakan menimang senjata api laras panjang mainan guna merespon kudeta yang dilakukan Junta Militer Myanmar. Menimang adalah  tindakan yang biasa dilakukan seseorang pada bayi yang menangis atau rewel guna menenangkan. Dalam aksi ini menimang senjata api mainan merupakan sebuah perlambang harapan agar kekerasan dengan menggunakan senjata api yang telah terjadi bisa segera mereda. Ini merupakan sebuah refleksi dari gagasan melawan kekerasan dengan tindakan yang lembut, bukan dengan kekerasan yang sama. Salah satu alasan memperlakukan replika senjata api sebagai bayi adalah karena suaranya sama-sama membuat orang gelisah, tidak tenang dan terjaga di malam hari. Selain itu kekerasan yang dilakukan militer dengan senjata api bagi saya adalah perbuatan yang tidak dewasa karena mereka memperlakukan hak hidup orang lain seperti mainan yang bisa digigit dan dilempar seenaknya.

Tuntas

2021

Mekratingrum Hapsari

Terkurungnya diri dalam satu lingkup tertentu, penuh dengan tekanan dan paksaan membuat sebuah pengulangan dalam karya “Tuntas” menjadi suatu makna penyamaan. Menyamaratakan sesuatu secara paksa dan menjauhkan diri dari kebiasaan lama. Perubahan yang memberi batasan terhadap diri sendiri dan menjalani sesuatu kehidupan yang baru. Kerinduan akan damai yang harus dipendam sedalam-dalamnya dan mempersiapkan diri untuk melawan dalam tekanan

190786

2021

Melati Suryodarmo

Kesenjangan sosial dan politik di sebuah negara selalu menjadi penyebab utama sebuah konflik dalam negeri. Hubungan antara cita-cita dan kenyataan masyarakat sebuah negara disertai proses yang panjang dalam sejarahnya. Myanmar adalah sebuah negara yang kisah politiknya sudah terlalu panjang dalam kondisi konflik. Setelah mengalami beberapa perubahansistem pemerintahan yang cukup drastis dalam tiga dekade terakhir ini, pada tahun ini Myanmar mengalami sekali lagi junta militer dan banyak memakan korban masyarakat sipil. Cita-cita sebuah demokrasi menjadi impian belaka. Sementara konflik dalam berbagai pihak berkepentingan terus berlangsung, dilema atas kesejahteraan dan kekerasan ibarat mencampur darah dan susu.

Ritual Perlawanan

2021

Muhammad Hasyim

Deskripsi: pada karya performance art kali ini saya membawakan karya berjudul “Ritual Perlawanan”. Karya performance art ini saya visualisasikan dengan ritual atau bersemedi ditengah hutan berharap pencerahan dari tuhan dan besungguh-sugguh dengan apa yang sedang diperjuangkan yakni perlawanan terhadap penguasa yang tidak adil, irama  gerak berfokus pada tangan saya yang sedang berdo’a sembari mengangkat topeng dengan mata dua bilah keris (senjata terdisional jawa) visual topeng dan keris ini sering saya angkat pada karya seni lukis saya yang melambangkan figure yang tajam dalam melihat konflik yang sedang terjadi, juga melambangkan perlawanan terhadap ketidakadilan yang sedang melanda suatu Negara, khususnya pada karya ini dipersembahkan pada konflik kudeta di Negara Myanmar.

 

Tasih

2021

Sekar Tri Kusuma

 

Aksi performans dalam karya “Tasih” merupakan respon terhadap krisis demokrasi yang sedang terjadi di Myanmar. Dalam karya ini objek cangkul dihadirkan sebagai alat untuk menggali tanah. Aksi mencangkul dalam karya ini digambarkan sebagai wujud pencarian terhadap sesuatu yang terkubur. Dalam tari tradisi Jawa, istilah Ndoran Tinangi dikenal sebagai gerak atau posisi penari yang menyerupai bentuk cangkul. Ndoran Tinangi juga diartikan sebagai wujud rasa hormat terhadap orang yang lebih tua atau orang yang memiliki kuasa. Sedangkan tasih dalam bahasa Jawa memiliki arti masih. Sehingga dalam karya ini seniman berupaya untuk mengekspresikan bahwa masih ada harapan untuk terus mencari keadilan.

 

 

PILGRIM – undisclosed territory#12 special project

Pilgrim adalah sebuah video dokumenter tentang sejumlah seniman yang berbagi waktu dan melakukan kegiatan bersama dan berfokus pada dialog antara tubuh dan alam melalui  berbagai eksplorasi invididu maupun kelompok dan mengambil lokasi di areal lingkungan alam terbuka.

Tujuan dari proyek ini adalah untuk mendekatkan tubuh pada kuasa alam dan memahaminya sebagai ruang semesta dan yang paling esensial. Tubuh manusia yang terbiasa dengan pola hidup dan budaya terstruktur dihadapkan pada kondisi alam yang mendasar namun memiliki kekuatan yang besar. Semua aksi dan interaksi performans yang ditampilkan dalam video merupakan hasil proses selama berziarah alam.

Undisclosed Territory, yang merupakan program seni performans tahunan dan kemudian menjadi duatahunan  ini, digagas oleh Melati Suryodarmo  sejak tahun 2007. Undisclosed Territory #12 yang seharusnya diadakan pada tahun ini, disebabkan oleh kondisi pandemi Corona, terpaksa dialihkan ke dalam bentuk proyek yang bersifat lebih sederhana. Pilgrim merupakan proyek khusus sebagai alihan dari Undisclosed Territory #12.

Melati Suryodarmo mengajak seniman-seniman muda independen yang berlatar belakang tari dan seni rupa dan yang selama ini aktif dalam kegiatan-kegiatan di Studio Plesungan untuk bergabung dalam Pilgrim.

Peserta Pilgrim – Undisclosed Territory #12 Special Project

Razan Wirjosandjojo, Achri Hendratno, Yezyuruni Forinti, Mike Hapsari, Megatruh Banyumili, Sekar Tri Kusuma, Suntoro Aji Nugroho, Dani Setiyawan Budiman, Dimas Eka Prasinggih, Melati Suryodarmo

 

“Timbal Balik“

Achri Hendratno

Durasi: 120 menit

Siapa yang menanam akan menuai, Hal tersebut kerap terjadi di setiap fase kehidupan mahkluk. Saya merujuk pada  sebuah pemahaman bahwa karma adalah hukum sebab akibat yang berlaku pada setiap mahluk dibumi. Tidak ada mahkluk yang bisa menghindar dari karma dan juga tidak pernah tahu porsi karma yang diperoleh. Sebagai mahkluk manusia, kita adalah pewaris dari perbuatan kita sendiri, terlahir dari perbuatan kita sendiri dan berkerabat dengan perbuatan kita sendiri. Baik atau pun buruk perbuatan kita, perbuatan itulah yang kita warisi.

Dalam performans ini,  batu karang merupakan perwakilan elemen yang kokoh, tetap tegak walaupun di terjang ombak bahkan dapat menentramkan amarah-amarah ombak. Kursi dimaknakan sebagai sebuah kendaran yang menghantarkan antara tubuh dengan elemen kokoh.

Saya terinspirasi oleh karya performans Boris Nieslony, Alastair MacLennan dan Jason Lim setelah mengikuti workshop mereka untuk aksi performans serupa dengan upaya menghadirkan pemaknan baru berdasarkan pemahaman tentang karma.

 

“Buruh Tubuh”

Dani Setiyawan Budiman

Durasi : 60 menit

Ziarah alam kembali menghadirkan memori-memori tentang hubungan antara nenek dan saya. Memori-memori tersebut mengajak saya untuk memaknakan batu karang dan daun kelapa kering sebagai ingatan atas jejak tubuh saya dan goresan goresan pristiwa eksploitasi tubuh saya dalam berkesenian.

 

“Nol”

Dimas Eka Prasinggih

Durasi   : 60 menit

Musik   : Hanom Satriyo

Karya “nol” terinspirasi dari telur-telur paskah sebagai simbol dalam perayaan hari raya paskah. Penggunaan telur yang juga sangat dekat pada ritus-ritus di Indonesia menempatkan telur memiliki posisi khusus. Karya ini memaknai telur sebagai sebagai benih kehidupan juga sebagai awal dan akhir. Telur sebagai simbol benih kehidupan, serta awal dan akhir adalah bagaimana perjalan manusia berprilaku dalam kehidupannya. Keseimbangan adalah hal utama bagaimana manusia dapat berjalan selaras dengan alam semesta, perjalanan-perjalanan yang di biaskan awal dan akhir merupakan titik pencapaian nol.

 

“Sowan /  go home”

Megatruh Banyu Mili

Durasi   : 40 Menit

Sowan dalam bahasa Jawa memiliki arti berkunjung. Sowan lebih ditujukan untuk berkunjung atau menghadap kepada seseorang yang kedudukannya lebih tinggi atau lebih dihormati. Pada peristiwa Sowan, tamu yang hadir notabene berharap tempat yang dikunjungi juga menjadi rumahnya atau menjadi bagian darinya sehingga terasa seperti pulang. Dalam karya ini sowan dan pulang yang dituju adalah alam sebagai rumah bagi kehidupan.

 

“Meniti”

Mekratingrum Hapsari

Durasi – 80 menit

Dalam karya “Meniti” harapan dan cita-cita dalam hidup manusia disimbolkan dengan potongan batang pohon yang besar dan berat. Dapat diartikan batang pohon adalah suatu harapan dalam pribadi manusia yang memiliki kekuatan besar dan mampu merubah kehidupan manusia. Ditarik menyusuri bibir pantai dengan berbagai halangan seperti pasir dan ombak. Dalam perjalanan untuk mewujudkan harapan, akan ada banyak rintangan yang diberikan oleh alam sekitar. Hal tersebut adalah pengalaman yang mampu mendewasakan manusia untuk menghadapi segala permasalahan dalam aspek kehidupan. Dibutuhkan kesabaran, niat dan fokus dalam mencapai tujuan tersebut.

 

“If There Was A Chance To”

Razan Wirjosandjojo

Durasi Performans : 3 jam

Hidup dalam pola tingkah laku masyarakat yang cenderung mengutamakan pencapaian cita-cita. Saya percaya bahwa setiap manusia memiliki keyakinan dalam menjalankan kehidupannya, namun seringkali ketidakselarasan muncul dan menggiring pada penyesalan.

Melalui aksi perfomans ini, saya mencoba untuk memahami hubungan antara alam dan diri sebagai upaya pemulihan kesadaran.

 

Sadar Samar

Sekar Tri Kusuma

Durasi : 60 menit

Hidup diantara kenyataan dan harapan yang saling tumpang tindih, menghadapi banyak hal yang bersifat samar dan tidak diketahui dengan pasti. Samar mengenai apa yang akan terjadi, samar akan apa yang telah terjadi, bahkan samar atas apa yang dirasakan setelah menghadapi sesuatu hal yang telah terjadi. Saya sadar akan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan, sementara ada keinginan untuk menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan tersebut. Karya ini terinspirasi dari pengalaman ziarah alam dan pengalaman tubuh dengan rabun jauh. Dikarenakan unsur kehidupan yang bersifat beragam maka tidak semua hal bisa kita kendalikan seperti yang diharapkan. Oleh karenanya, kesadaran diartikan sebagai upaya penerimaan dan diwujudkan dalam rasa syukur.

 

“Setagen”

Suntoro Aji Nugroho

Durasi   : 60 menit

Setagen merupakan ikat pinggang yang terbuat dari tenunan kain panjang. Setagen sering digunakan masyarakat tradisional wilayah Jawa dan Bali. Fungsi setagen untuk mengikat bagian pinggang dan membentuk postur tubuh, terutama bagi wanita setelah melahirkan untuk membentuk kembali postur pinggang seperti semula. Ikatan dari setagen diinterpretasikan sebagai ikatan alam dan manusia, dimana ikatan ini menjadi jalur berbagi kasih antar keduanya.

 


Hold

Yezyuruni Forinti

Durasi : 60 menit

Rasa lega merupakan rasa yang sangat menyenangkan, namun sulit dihadirkan. Manusia membutuhkan usaha dan berani menghadapi resiko untuk mencapai  tujuannya. Dalam Hold, jerami mewakilkan  upaya manusia untuk mencapai tujuannya dengan usaha. Upaya menahan sebagai salah satu bentuk usaha dalam mencapai tujuan yang akhirnya menghasilkan rasa lega. Menahan apapun itu, ketika kita mampu melakukannya, maka di penghujung akan hadir sebuah kelegaan dari tujuan yang tercapai.

 

______

Tim Produksi

Studio Plesungan, Karanganyar

Direktur           : Melati Suryodarmo

Administrator : Achri Hendratno

Asisten Administrator : Luna Dian S.A

 

Tim Video

Sutradara        : Melati Suryodarmo

Kameraman    : A. Semali

Edit Video        : A. Semali

Musik              : Wukir Suryadi

 

 

Terimakasih kepada

Dewi Candraningrum, Effendi, Mia Maria, Saskia Warrow

 

Pilgrim- Ziarah Alam diproduksi oleh

Studio Plesungan

dengan dukungan dari :

Alas Wadon Studio, Pacitan

Yayasan Cita Prasanna and Pasar Seni Ancol, Jakarta

 

ACHRI HENNDRATNO

Achri lahir dan tinggal di Sukoharjo. Dengan fokus utama pada seni lukis, Achri telah menempuh kuliah di Fakultas Seni Rupa dan Design di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Karya-karya lukis Achri terlihat dari kekhasannya dalam komposisi warnanya yang secara ekspresif mengangkat tema-tema kritis tentang kehidupan sosial dan politik. Ia pun telah tertarik untuk mempelajari praktik seni performans dan telah mengikuti beberapa festival.  Sejak tahun 2012, Achri bekerja di Studio Plesungan mulai sebagai asisten produksi program dan hingga sekarang sebagai manajer Studio Plesungan.

 

ANNASTASYA VERINA

Annastasya Verina lahir di Jakarta pada tahun 2000. Verina mulai menari sejak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler saat taman kanak-kanak yang pada saat itu mempelajari tari tradisional. Pada tahun 2015, Verina bergabung dengan Felquatro D’Empire (FDE) untuk mempelajari modern dance. Sejak itu juga, Verina mulai aktif menari dalam kegiatan dan kompetisi bertaraf nasional maupun internasional.

Pada tahun 2018, Verina melanjutkan pendidikannya di Institut Seni Indonesia Surakarta jurusan Tari dan mulai fokus mendalami ketubuhannya dengan terlibat di beberapa karya tari maupun menciptakan karyanya sendiri.

DANI S BUDIMAN

Dani lahir di Cilacap pada tanggal 1 September 1999. Dani mulai menari dari kesenian rakyat karesidenan Banyumas seperti ebeg, lengger dan sintren (2007 – 2017). Dani mulai intensif mendalami tari sejak masuk Institut Seni Indonesia Surakarta. Dani mempelajari keilmuan dalam tari baik dalam perspektif tradisi maupun kontemporer.

Dani berkesenian dari ruang tradisi kerakyatan dari Sudarmono (Tri Waluyo Sari). Dani juga mempelajari karawitan Banyumas dari Misno Aris Susanto, selain itu, dani juga antusias mempelajari disiplin tari dari berbagai sumber.

Saat ini dani menelisik tubuhnya melalui beberapa pelatihan, diantaranya dari Melati Suryodarmo, Eko Supriyanto, Marich Prakoso, Wahyu Santoso Prabowo, Dedi Wahyudi, Yoyok Bambang Priambodo. Dani juga terlibat dibeberapa karya tari diantaranya dari Dimas Eka Prasinggih (Mengayun), Greatsia Yobel Yunga (Sara), Razan Wirjosandjojo (Amygdala), Laras Wiswalendya (Mingsri), Rianto (Mantra Tubuh), Otniel Tasman (Amongster).

DIMAS EKA PRASINGGIH

Dimas Eka Prasinggih, lahir di Kota Tanjungpinang provinsi Kepulauan Riau. Dimas mempelajari tari ketika berada dijenjang Sekolah dasar dan Sekolah Menengah Pertama pada kegiatan ekstrakulikuler tari dengan mendalami tari tradisi Melayu. Ketika Dimas berada dijenjang Sekolah Menengah Utama, ia mulai melibatkan diri kedalam salah satu sanggar seni, yaitu Sanggar Seni Kledang serta aktif mengikuti kegiatan seni. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Utama, ia melanjutkan pendidikannya di Institut Seni Indonesia Surakarta dengan mengambil fokus pada Seni Tari serta aktif berkarya.

Dimas telah terlibat didalam karya maupun kegiatan beberapa seniman Indonesia serta Internasional seperti Melati Suryodarmo, Elly Luthan, Toni Brur, Danang Pamungkas, Eko Supendi,  dan Katsuran Kan dalam berbagai festival di Indonesia.

Menurut Dimas, gerak pada tubuh merupakan bahasa tertua manusia yang paling jujur, dengan itu Dimas berusaha untuk menjadikan Seni Gerak Tubuh sebagai media pengungkap kejujuran yang sangat dibutuhan pada kehidupan.

FERRY ALBERTO LESAR

Ferry Alberto Lesar S.Sn akrab disapa Eyi Lesar Lahir di Manado 1993. Sekarang menjadi seniman independen yang berbasis di Jakarta, Indonesia. Saya sangat tertarik untuk mempelajari humaniora dengan tujuan mentransformasikan pembelajaran saya menjadi perubahan yang positif di masyarakat. Saya juga suka mengkombinasikan agama dengan kemanusiaan untuk mencapai keseimbangan antara kemanusiaan dan spiritualisme. Melihat bagaimana isu agama dan spiritual di Indonesia memiliki latar belakang yang sangat kuat, keduanya memiliki sudut pandang yang berbeda tetapi saling terhubung satu sama lain, inilah mengapa saya tertarik untuk mempelajari masalah ini ketika sebagian besar orang sepertinya tidak benar-benar memperhatikan.

Terlibat dalam banyak proyek karya koreografi, beberapa diantaranya:  WhoAreYou – HIBAH SENI KELOLA 2018,  Ad-Interim – HELA TARI SALIHARA 2019, Karfos – Salihara International Performance Fest (SIP-Fest) 2020, Virtual WAY – 2020 “Indonesian Dance Festival 2020”,  A Quite Place – SIPA 2020, Sanguin – Umberella Festival 2015, Tomorrow – Jakarta Dance Meet Up 2017.

Eyi Lesar juga memiliki pengalaman dalam proyek pembuatan video untuk industri komersial dan sebagai kolaborator untuk karya koreografi dengan beberapa seniman dalam negeri dan manca Negara.

GABRIELLA HASIANNA MILLINEA

Gabriela Hasianna Millinea Nainggolan, biasa dipanggil Gaby lahir di Bogor pada tahun 2000. Gaby mulai tertarik mendalami tari semenjak Sekolah Menengah Atas yang berawal dari kegiatan ekstrakurikuler modern dance dan mengikuti kompetisi antar sekolah maupun umum. Lalu terlibat dalam Bogor Dance Studio dan mempelajari tari Urban Hip Hop. Pada tahun 2018, Gaby melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Seni Indonesia Surakarta, jurusan seni tari.

I MADE YOGI SUGIARTHA

Ogik lahir pada tahun 1997 dan lulus dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ) jurusan Teknologi Musik. Ketertarikannnya di tari memberinya kesempatan untuk berkolaborasi dengan beberapa seniman nasional dan internasional diantaranya Hartati (Indonesia), Melati Suryodarmo (Indonesia), Hanafi (Indonesia), Jordan Marzuki (Indonesia), LIGNA (Germany), Osamu Shikichi (Japan), Ole Frahm (Germany), Ness Roque (Philippines), Torsten Michaelsen (Germany), Pieter Wilson (Australia) and Esmè (Singapore). Kesempatan kolaborasi melalui praktek improvisasi interdisipliner dan karya eksploratif, ia dapat memahami konsep artistik dengan pengalaman ketubuhannya. Di karya terkahirnya ia mengembangkan gerakan kepedulian terhadap komunitas mengenai kekhawatirannya atas kekerasan dan diskriminasi terhadap transpuan membuatnya bertanya tentang apa itu kepedulian dalam era “pasca-sentuh”, Ogik menciptakan karya baru yang bicara atas kemerdekaan gender dan hak asasi manusia.

 

LUNA DIAN SETYA

LUNA DIAN SETYA lahir pada 1993 di Surakarta. Tinggal dan bekerja di Surakarta. Lulus dari Jurusan Seni Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada 2015 dan menyelesaikan studi di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta pada 2019. Mengenal performance art dari workshop yang diberikan Melati Suryodarmo pada tahun 2011. Bekerja sebagai pemandu kegiatan menggambar dan melukis di sanggar anak Studio Plesungan dan sebagai illustrator freelance di waktu luang. Sering membuat karya dalam bentuk drawing, lukis serta performance. Tertarik pada dongeng, mite, sejarah, maupun puisi sebagai narasi; sehingga terkadang meminjam narasi tersebut dan memulai narasi baru yang lebih personal dan subjektif dalam sebuah kerja visual. Selalu membuka diri pada kemungkinan untuk mempelajari teknik maupun bentuk yang lain dalam berkarya.

Terlibat dalam pameran seni visual dan event seni performans, beberapa diantaranya: Sebagai seniman Undisclosed Territory Performance Art Event #6 dan #9 yang diselenggarakan Studio Plesungan pada 2012 dan 2019: Performance Art Sharing “Lintas Media – Menatap Bahasa” yang diselenggarakan Dewan Kesenian dan PADJAK pada 2016; berpartisipasi dalam “Medium at Play” di Gajah Gallery – Yogyakarta pada 2018, terpilih sebagai salah satu seniman dalam “Proyek Masa Subur” yang diselenggarakan Futuwonder di Ubud, Bali pada 2018; serta mengadakan pameran tunggal “Metamorposer” di Taman Budaya Jawa Tengah pada 2019 yang menampilkan video dokumentasi, artefak dan karya drawing.

MEGATRUH BANYU MILI

Megatruh Banyu Mili atau kerap disapa Gatruh lahir di Bantul, 24 Maret 1998. Gatruh merupakan lulusan dari SMKI Yogyakarta jurusan seni tari (2016) dan Institut Seni Indonesia Surakarta jurusan penciptaan seni tari. Hingga saat ini ia berfokus pada penyutradaraan serta penulisan naskah khususnya seni pertunjukan dan film yang sejak tahun 2018 telah berfokus pada kasus pendidikan baik secara formal maupun informal. Megatruh mengawali karir seninya pada tahun 2010 saat terlibat dengan pertunjukan Putri Embun dan Pangeran Bintang bersama Bengkel Mime Theatre serta Aplle I’m in Love bersama Teater Garasi. Pada tahun 2014 Gatruh mendirikan Banyu Mili Art Performance, sebuah kelompok multidisiplin yang berfokus pada penciptaan pertunjukan dan film tari. Tahun 2019 Gatruh menginisiasi berdirinya Banyu Mili Enterprise, sebuah lembaga yang berfokus pada bisnis jasa seni tari.

MEKRATINGRUM HAPSARI

Mekratingrum Hapsari lahir di Surakarta pada 24 Mei 1995. Ia adalah seorang seniman muda dengan latar belakang seni tradisional Indonesia, mendalami seni modern dan kontemporer. Bergabung dengan sanggar tari tradisional Surakarta di Suryo Sumirat pada tahun 2011. Dia telah berpartisipasi dalam beberapa platform lokal dan internasional, seperti menghadiri residensi di La Biennale Collage Danza di Venice 2018, sebagai penari dan berkolaborasi dengan Marie Chouinard, direktur Biennale Collage Danza dan Daina Ashbee dari Kanada. Mekratingrum Hapsari telah lulus di Institut Seni Indonesia Surakarta pada tahun 2019, fakultas seni pertunjukan, jurusan tari. Mekratingrum Hapsari telah berkolaborasi dengan beberapa seniman lokal dan internasional, seperti Melati Suryodarmo, Otniel Tasman, Garin Nugroho, Ari Rudenko, Marie Chouinard, dan Daina Ashbee.

MUHAMMAD BANGKIT SYAMSUDIN

Muhammad Bangkit Syamsudin, lahir di Karanganyar, 20 Mei 1998, anak pertama dari tiga bersaudara yang tingal di Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah. Pada tahun 2016 menjadi mahasiswa aktif di Universitas Sebelas Maret, Surakarta (UNS) jurusan Seni Rupa Murni berfokus pada Seni Lukis. Banyak kegiatan seni yang sudah diikutinya termasuk beberapa pameran angkatan seperi Titik Awal #5, pameran fotografi, pameran menggambar model, dsb. Mengenal performance art sejak tahun 2017, berkembang bersama Wayang Godhonk Gus Pur (Dosen Seni Rupa Murni UNS) dalam beberapa pertunjukan yang diselenggarakan saat Dies Natalies UNS. Kegiatan seni di tingkat internasional yang diikutinya adalah sebagai talent pada Jogja International Art Festival (JIAF), International Visual Culture Exhibition (IVCE)#2, dan Equinox x Equinox.

MUHAMMAD HASYIM

Muhammad Hasyim akrab disapa Hasyim. Lahir di Tangerang pada 1997. Saat ini ia aktif sebagai pengelola Rasaru Art di Surakarta. Ia memiliki hobi menonton film dan melukis. Lulus dari jurusan Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret pada tahun 2020, dengan Tugas akhir penciptaan seni yang mengangkat senjata tradisional yaitu Keris.

RAZAN WIRJOSANDJOJO

Razan Wirjosandjojo lahir di Jakarta pada tahun 1998. Ia mulai menari sejak mempelajari Hip-Hop pada tahun 2010, lalu bergabung dengan Gigi Art of Dance pada tahun 2015 untuk mempelajari jazz dance dan modern dance. Sejak tahun 2017, Razan menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia Surakarta, jurusan Seni Tari.

Bagi Razan, berkesenian membantu kesadaran atas kondisi pikiran dan mental yang berada pada realitas. Ia melakukan proses kerja tubuh dalam upaya menemukan kekhasan bahasa karya melalui berbagai cara dan pendekatan.

Razan telah terlibat dalam beberapa produksi pertunjukan di bawah beberapa seniman seperti Melati Suryodarmo, Rianto, Lee Mingwei, dan lainnya. Razan juga mulai mendalami proses artistik dan mulai menciptakan karya – karyanya sendiri.

 

SEKAR TRI KUSUMA

Sekar Tri Kusuma, lahir di Surakarta pada tahun 1999. Sekar mengenal dunia tari sejak mengikuti Sanggar Seni Wayang Suket Kalanjana yang didirikan oleh Slamet Gundono pada tahun 2008, dan berlatih di Sanggar Tari Soerya Soemirat pada tahun 2010. Sekar mulai mempelajari tari klasik Jawa Gaya Surakarta sejak masuk di SMKN 8 (SMKI) Surakarta. Pada tahun 2017, Sekar melanjutkan studi nya di Institut Seni Indonesia Surakarta jurusan Tari.

Sekar tertarik untuk mengungkap kecairan dalam dinamika social masyarakat melalui kerja dalam proses penciptaanya. Sekar meyakini kejujuran sebagai hal yang penting dalam tari, dimana tubuh digerakan seutuhnya oleh pemikiran dan wacana.

Sekar telah terlibat di dalam produksi dibawah seniman diantaranya Matheus Wasi Bantolo, Melati Suryodarmo, Eko Supriyanto, dan Dorothea Quinn dalam berbagai festival di Indonesia.

SULAIMAN

Sulaiman yang biasa di sapa Sule lahir di Cilacap pada tanggal 1 Maret 1998, menari adalah hobbynya sejak kecil di umur 5 tahun. Ayahnya lah yang mengajari sejak kecil. Ketika memasuki jenjang SD dan SMP  sering menjuarai Lomba tingkat kecamatan sampai tingkat kabupaten. Sulaiman di saat jenjang SMP ini mendirikan paguyuban seni ebeg yang bernama Turonggo Laras. Sulaiman mulai menekuni bidang tari hingga tertarik untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SMK seni di Banyumas (2014-2016). Di tahun 2016 Sulaiman menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia Surakarta sampai saat ini.

Sulaiman tertarik dalam peristiwa peristiwa dan pengalaman empirisnya dalam kehidupan dan diekspresikan kedalam karya-karyanya saat ini. Dan dalam proses penciptaanya pun Sulaiman memberikan sentuhan-sentuhan tradisi. Tari bagi Sulaiman adalah membangun kesadaran dan kepedulian terhadap diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kehidupan yang diungkapkan melalui tubuh sebagai Ekspresinya.

Sulaiman telah terlibat dalam beberapa produksi pertunjukan dibawah beberapa seniman seperti Melati Suryodarmo, Rianto, Boby Ari Setiawan, Muslimin Bagus Pranowo dan lainnya. Sulaiman juga mulai mendalami dan berproses di karya-karyanya dan mulai menyusun karya-karyanya sendiri.

SUNTORO AJI NUGROHO

Suntoro Aji Nugroho lahir di Surakarta pada tahun 1996. Suntoro mulai mengenal dunia tari dari tradisi gaya Surakarta sejak tahun 2012 dengan masuki pendidikan SMKN 8 Surakarta (SMKI) dan melanjutkan pendidikan S1 di Institut Seni Indonesia Surakarta di tahun 2015. Tahun yang sama, Suntoro bergabung dengan Komunitas Moncar Iswara untuk manambah pengalaman berkesenian lewat dunia tradisi. Pada tahun 2017 Suntoro merangkak kedunia kesenian yang lebih luas, Suntoro bergabung dengan Komunitas Prehistoric Body untuk menjelajahi pengalaman berkesenian dengan dasar keilmuan pra-sejarah. Bagi Suntoro, dunia seni bukan Hanya sebatas tontonan, akan tetapi juga tuntunan, dimana memberikan bukti dari peradaban. Suntoro terlibat dengan beberapa produksi dibawah beberapa seniman, diantaranya Melati Suryodarmo, Ari Rudenko, Garin Nugroho, Agung Kusumo Widagdo.

YEZYURUNI FORINTI

Yezyuruni Forinti atau akrab disapa Uny lahir tahun 1999 di Jailolo, Halmahera Barat, hidup dan bekerja di Surakarta.  Pertemuan dengan Eko Supriyanto di tahun 2015, menjadi awal perjalanan Uny mendalami seni tari melalui keterlibatannya seagai penari dalam produksi karyanya yang berjudul “Balabala”. Bersama produksi ini, Uny mendapatkan banyak kesempatan untuk pentas di berbagai festival internasional di Australia, Asia dan Eropa. Pada tahun 2017, Uny mulai menempuh studi di ISI Surakarta di jurusan tari.

Baginya koreografi berperan sebagai wahana dalam menyampaikan perasaan dan emosi, melalui bahasa tubuh dan gerak, Yezyuruni Forinti ingin menumbuhkan kesadaran mengenai berbagai aspek dalam kehidupan dan kepedulian mengenai manusia yang beragam.

Uny telah bekerja dan terlibat dalam produksi di bawah beberapa arahan seniman seperti Eko Supriyanto, Melati Suryodarmo, Kurniadi Ilham, Retno Sulistyorini, Ari Rudenko dan Ferry Cahyo Nugroho.

 

Melati Suryodarmo

Melati Suryodarmo (lahir 1969, Solo, Indonesia), lulus dari jurusan Hubungan internasional Fisip Universitas Padjadjaran pada tahun 1993, kemudian mulai sekolah seni rupa di jurusan Seni Performans dan Konsep Ruang di  Hochschule für Bildende Künste Braunschweig, Jerman hingga ia lulus pasca sarjana  pada tahun 2003.

Praktik keseniannya antara lainnya dipengaruhi oleh Butoh, tarian, studi politik dan sejarah. Karya-karyanya adalah hasil penelitian berkelanjutan tentang manusia, tubuh, gerak, transisi, non_material, waktu dan hubungannya antara diri dan dunia di sekitarnya, yang lalu  diterjemahkannya ke dalam fotografi, koreografi tari, video dan seni performans. Melati telah mempresentasikan karyanya di berbagai pameran dan festival internasional, termasuk di Kiasma, Helsinki; MMCA, Gwacheon, Korea Selatan; National Art Centre Tokyo, Jepang; Parasites, Hong Kong; QAGOMA, Brisbane, Australia; Singapore Art Museum, Guangzhou Triennale ke-5; Incheon Women Artists’ Biennale (2009); dan Manifesta 7, Bokzano. Dia telah menyajikan karya-karya koreografinya di berbagai festival, di antaranya di TPAM, BankArt, Yokohama (2016) Witch Dance Festival, Sophien Säle, Berlin (2016); Festival Europalia di KVS Brussels (2017); De Singel, Anwerp; Frankfurt LAb, Frankfurt (2015) dan Indonesia Dance Festival, Teater Jakarta, (2016), dan HelaTari, Salihara (2020).  Sejak 2007, Melati menyelenggarakan PALA dan Undisclosed Territory, festival seni performans tahunan, di Solo, Indonesia. Pada tahun 2012, ia mendirikan “Studio Plesungan”, seuah ruang untuk laboratorium seni pertunjukan.