
Studio Plesungan
ON STAGE
“SOLO”
oleh Li, Wen-Hao
Jumat, 25 Juli 2025
19:30 WIB – selesai
di Teater Arena
Taman Budaya Jawa Tengah
Studio Plesungan dengan bangga mempersembahkan edisi ke-24 dari program seni pertunjukan dua bulanan ON STAGE, yang kali ini menampilkan karya SOLO oleh seniman lintas disiplin asal Taiwan, Li, Wen-Hao. Pertunjukan akan diselenggarakan di Teater Arena – Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Surakarta.
Karya SOLO berakar pada lagu rakyat legendaris Indonesia Bengawan Solo, ciptaan Gesang pada tahun 1940. Lagu ini, yang telah mengalir ke berbagai bahasa—Taiwan, Jepang, Kanton, hingga Indonesia, menjadi titik tolak eksplorasi Li atas arus budaya pasca perang, pembentukan identitas etnis, dan puisi migrasi di Asia. Dalam pertunjukan solonya, SOLO menjadi sungai metaforis, mengalirkan impian, sejarah perpindahan, dan ingatan kolektif selama lebih dari setengah abad.
Li, Wen-Hao adalah seniman pertunjukan kontemporer asal Taiwan dengan praktik multidisipliner yang mencakup tari kontemporer, seni pertunjukan, musik, fotografi, dan riset sejarah. Berbekal latar belakang pendidikan hukum dan gelar magister teori seni pertunjukan, karya-karyanya menyoroti relasi kuasa, memori, dan politik lintas disiplin.
ON STAGE adalah program rutin yang digagas Studio Plesungan untuk menampilkan keragaman suara dalam praktik seni pertunjukan kontemporer. Program ini digelar dua bulan sekali dan mengundang seniman terpilih untuk tampil serta berdialog langsung dengan publik, guna mendorong apresiasi yang lebih dalam terhadap seni pertunjukan di Indonesia.
Harga Tiket:
Kategori A (on the spot umum) Rp40.000;
Kategori B (on the spot pelajar) Rp30.000;
Kategori C (early booking umum) Rp25.000;
Kategori D (early booking pelajar) Rp 20.000
Pemesanan tiket:
https://forms.gle/56tLsaeqqBBJLX4r9
___
Kontak Info:
HP/Whatsapp +6282133229593
info@studioplesungan.org
www.studioplesungan.org

Lecture Series
The Multi-Universe of Pop Music in Post-War Asia: A Public Lecture by Li Wen-Hao
Selasa, 22 Juli 2025
19:00 – 21:00 WIB
di Studio Plesungan
Apakah Anda pernah menyanyikan ulang lagu favorit dan mengunggahnya ke media sosial?
Lagu cover adalah fenomena yang umum, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Taiwan, Hong Kong, dan Jepang pada era 50-an hingga 80-an. Melodi yang sama dinyanyikan dalam lirik bahasa dan oleh penyanyi yang berbeda. Hal ini kerap membingungkan namun juga lumrah terjadi di tengah dunia musik pop. Terkadang, hal ini membuat versi aslinya justru terlupakan, sementara versi cover justru menjadi ikonik dan terus dinyanyikan hingga kini.
Saat ini, musik sering dinilai dari segi orisinalitas dan keasliannya, sehingga tampaknya lagu cover sering dianggap canggung dan kurang mendapat perhatian. Namun bagi Wen Hao, pengemasan ulang lagu (cover music) menjadi cara untuk menelusuri kembali jejak perpindahan dan pengaruh antar kebudayaan di Asia pasca-perang.
Dalam sesi kuliah yang terselenggara pada Rabu, 22 Juli 2025 ini, seniman Li, Wen Hao akan memaparkan penelitiannya mengenai migrasi musik pop pasca perang, termasuk di dalamnya adalah karya pertunjukan terbarunya, “SOLO”, yang akan dipentaskan dalam program Studio Plesungan “On Stage” pada Jumat, 25 Juli 2025 mendatang.
Li Wen-Hao adalah seorang seniman pertunjukan kontemporer lintas disiplin asal Taiwan, seorang penghuni pulau, dan peneliti. Praktik artistiknya mencakup tari kontemporer, seni pertunjukan, musik, fotografi, serta kajian sejarah. Dengan latar belakang pendidikan di bidang hukum (Sarjana Hukum) dan gelar magister teori seni pertunjukan, Li memberikan perhatian khusus pada persinggungan antara kekuasaan, politik, dan batas-batas disiplin ilmu.
Kuliah ini terbuka untuk umum dan gratis!
__________________________________________
Have you ever covered your favorite song and shared it on social media?
Cover songs are a widespread phenomenon—not only in Indonesia, but also in Taiwan, Hong Kong, and Japan during the 1950s to 1980s. The same melody was often sung with different lyrics, in different languages, and by different singers. This practice, while sometimes confusing, became a familiar part of the pop music landscape. In some cases, the original version was overshadowed, while the cover became iconic and continues to be sung today.
In today’s music scene, value is often placed on originality and authenticity, making cover songs seem outdated or overlooked. But for Wen-Hao Li, reinterpreting a song through cover versions becomes a way to retrace the routes of cultural exchange and transnational influence across post-war Asia.
In a public lecture on Wednesday, July 22, 2025, artist Li Wen-Hao will present his research on the migration of post-war pop music. He will also discuss his latest performance work, SOLO, which will be staged as part of Studio Plesungan’s On Stage program on Friday, July 25, 2025.
Li Wen-Hao is a multidisciplinary contemporary performance artist from Taiwan, an island dweller, and a researcher. His artistic practice spans contemporary dance, performance art, music, photography, and historical inquiry. With an academic background in law (LL.B.) and a master’s degree in performance studies, Li is particularly interested in the intersections of power, politics, and disciplinary boundaries.
This lecture is free and open to the public!
Pendaftaran melalui link :
https://forms.gle/P6n6zjCdCSkrofUN7
Kontak Info:
HP/Whatsapp +6282133229593
Studio Plesungan
Desa Plesungan RT03 RW02
Plesungan, Gondangrejo
Karanganyar 57181
www.studioplesungan.org

Workshop Series
Artist In Transit
Studio Plesungan
“It needs two to solo”
oleh Chun Han
Sabtu, 19 July 2025
14:30 – 18:00 WIB
Di Studio Plesungan
Dalam sesi workshop ini, Chun-Han akan menilik kembali latar belakang dan beberapa proses penciptaan karya tari yang pernah ia kerjakan sebelumnya. Ia juga akan membagikan beberapa praktik fisik dan teknik, mempertemukan berbagai praktik gerak dan tari, juga dengan praktik bela diri wushu. “Tarian tunggal itu tidak ada; penari menari bersama dengan lantai” ujar Steve Paxton, prakarsa praktik gerak contact improvisation, di dalam artikelnya “Drafting Interior Techniques”. Melihat dari sudut pandang ini, Chun-Han mengajak untuk bersama-sama menyusuri konsep kehadiran di panggung, hubungan antar penampil, cara memperhatikan, dan bergerak dengan pasangan yang tak terlihat.
Chen Chun-Han tumbuh di tengah komunitas teater dan tari. Ia tertarik untuk memperhatikan percakapan dan kemauan orang-orang untuk bercakap. Praktiknya saat ini sebagian besar membahas isu-isu identitas budaya dan rasa memiliki. Chen Chun-Han sangat terkesan dengan dinamika wacana, pengalaman, dan emosi: George Orwell memilih “He loves Big Brother”, sebuah kalimat cinta, untuk mengakhiri novel distopia “1984”.
Workshop ini gratis dan terbuka untuk umum dari segala usia dan latar belakang
_________________________
Workshop with Chen Chun-Han
In this workshop session, Chun-Han will revisit the background and creative processes behind several of his past choreographic works. He will also share physical practices and techniques that intersect various movement and dance forms, including elements from the martial art of Wushu.
“There is no such thing as a solo dance; the dancer dances with the floor,” wrote Steve Paxton, the originator of Contact Improvisation, in his article Drafting Interior Techniques. From this perspective, Chun-Han invites participants to explore the concept of presence on stage, the relationship between performers, the art of attention, and moving with an invisible partner.
Chen Chun-Han was raised in a community of theatre and dance. He is drawn to observing how people engage in conversation and their willingness to communicate. His current practice largely explores themes of cultural identity and belonging. Chun-Han is deeply moved by the interplay of discourse, lived experience, and emotion—much like how George Orwell chose the phrase “He loves Big Brother”, a declaration of love, to close his dystopian novel 1984.
This workshop is free and open to the public, welcoming participants of all ages and backgrounds.
Pendaftaran melalui pranala berikut:
https://forms.gle/y8Yeeg73eneCQZ7t8
Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui:
Whatsapp : +62 821-3322-9593

Workshop Series
Tangan: A Handmade Paper + Painting
oleh Ben John Albino and Rachel Anne Lacaba
Senin, 28 July 2025
Jam : 14:00 – 18:00
di Studio Plesungan
Studio Plesungan
Workshop Series
Workshop ini berfokus pada penggunaan bahan daur ulang dan alat-alat sederhana yang mudah ditemukan untuk membuat kertas menjadi lebih mudah diakses dan berkelanjutan. Workshop ini merespons kebutuhan yang semakin besar untuk mendaur ulang banyaknya kertas yang dibuang, sebuah sumber daya yang melimpah namun sering diabaikan. Dengan menjaga proses untuk tetap sederhana, workshop ini memudahkan peserta untuk belajar dan terlibat, sekaligus menunjukkan bagaimana tindakan kreatif kecil dapat berkontribusi pada cara hidup yang lebih ramah lingkungan.
Rachel Anne Lacaba dan Ben John Albino adalah seniman visual asal Pangasinan yang karya-karyanya mencerminkan kesadaran sosial dan budaya yang kuat. Karya Lacaba yang penuh warna mengeksplorasi tema-tema seperti politik, kesehatan mental, dan lingkungan melalui penggunaan warna-warna mencolok dan simbolisme visual. Sementara itu, Albino dikenal lewat gaya figuratif ekspresionisnya yang merujuk pada sejarah lokal dan cerita rakyat untuk membahas isu identitas dan kritik sosial. Keduanya telah mengikuti berbagai residensi dan program mentorship bergengsi, termasuk TUKLAS, dan terus aktif berpameran di Filipina maupun di luar negeri.
Program ini diselenggarakan sebagai bagian dari keterlibatan Ben Albino dan Rachel Anne Lacaba dalam Artist-In-Residence oleh Studio Plesungan dari 17 – 29 Juli 2025.
Workshop ini terbuka untuk umum dari segala usia dan latar belakang.
______________________________________
Workshop Series
Tangan: Handmade Paper + Painting
by Ben John Albino and Rachel Anne Lacaba
This workshop focuses on using recycled materials and simple, easily accessible tools to make the papermaking process more approachable and sustainable. It responds to the growing need to recycle the large amount of paper waste—an abundant yet often overlooked resource. By keeping the process simple, the workshop allows participants to easily learn and engage, while also demonstrating how small creative actions can contribute to a more environmentally conscious way of life.
Rachel Anne Lacaba and Ben John Albino are visual artists from Pangasinan, Philippines, whose works reflect a strong awareness of social and cultural issues. Lacaba is known for her vibrant use of color and symbolic imagery, exploring themes such as politics, mental health, and the environment. Albino, on the other hand, is recognized for his expressionist figurative style that draws from local history and folklore to address identity and social critique. Both artists have participated in prestigious residencies and mentorship programs, including TUKLAS, and continue to actively exhibit in the Philippines and internationally.
This program is presented as part of Ben Albino and Rachel Anne Lacaba’s participation in the Studio Plesungan Artist-In-Residence program, taking place from 17–29 July 2025.
The workshop is open to the public, welcoming participants of all ages and backgrounds.
Donasi workshop (akan digunakan untuk penyediaan alat dan bahan-bahan workshop)/Workshop Donation (to support the provision of tools and materials):
: Rp 20,000
Pendaftaran melalui pranala berikut/ Register via the following link :
https://forms.gle/RYwUtJgeqsH12spd8
Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui:
Whatsapp : +62 821-3322-9593

Lecture Series
“Meretas Ingatan, Mewujudkan Dalam Tulisan”
oleh Prof. Sumarsam
(Profesor Winslow-Kaplan di Universitas Wesleyan, Connecticut, Amerika Serikat)
Sabtu, 12 Juli 2025
10:00 – 12:00 WIB
di Studio Plesungan – Desa Plesungan rt03rw02, Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah 57181 (https://g.co/kgs/h7Kt6tx)
Gagasan yang baik akan lebih baik lagi jika bisa disampaikan melalui tulisan, sehingga apa yang diinginkan bisa sampai kepada publik. Namun menuliskan gagasan dan berbagai percikan pemikiran tak semudah yang dibayangkan.
Menulis dan mengutarakan gagasan membutuhkan proses panjang seperti mengembangkan kapasitas membaca, mengkaji bacaan yang berisi berbagai kajian dan teori. pada sisi yang lain, persepsi serta serapan pengalaman melalui menonton, menyaksikan dan menggali bahan gagasan melalui literatur dibutuhkan agar tulisan bisa memiliki dasar pemikiran yang kuat.
Dalam kaitan dengan hal itu, program Lecture Series yang terhubung dengan kegiatan Ruang Antara di Studio Plesungan mengundang prof. Sumarsam, yang kita kenal sebagai pakar musikologi dan pakar kajian khasanah tradisi. Beliau akan hadir untuk membagikan dan memaparkan pengalamannya.
Ruang Antara merupakan kegiatan informal yang bertujuan bagaimana memperbincangkan dan menuliskan ingatan, memori personal dan sosial dalam konteks minat studi masing masing.
—
Kuliah ini terbuka untuk umum dan gratis
_____________________________________________________________
“Tracing Memory, Realizing It in Writing”
by Prof. Sumarsam
(Winslow-Kaplan Professor of Music, Wesleyan University, Connecticut, USA)
Saturday, 12 July 2025
10:00 AM – 12:00 PM (WIB)
at Studio Plesungan
Desa Plesungan RT03/RW02, Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar, Central Java 57181
https://g.co/kgs/h7Kt6tx
A well-formed idea becomes even more impactful when articulated in writing—making it possible to reach a broader audience. Yet, turning thoughts and reflections into written words is often more challenging than it seems.
Writing requires a deep and sustained process: developing reading skills, engaging with theoretical texts, and refining one’s understanding through observation and lived experience. Watching, witnessing, and exploring sources, both through literature and life, are all essential in shaping a meaningful and grounded piece of writing.
In response to these reflections, the Lecture Series, presented in connection with the Ruang Antara program at Studio Plesungan, invites Prof. Sumarsam, a renowned musicologist and expert in traditional cultural studies, to share his insights and personal journey through writing, research, and memory.
Ruang Antara is an informal initiative focused on exploring how memory—both personal and collective—can be discussed and written about within each participant’s area of interest.
—
This lecture is free and open to the public.
Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui:
Whatsapp : +62 821-3322-9593
info@studioplesungan.org
www.studioplesungan.org