
ACHRI HENNDRATNO
Achri lahir dan tinggal di Sukoharjo. Dengan fokus utama pada seni lukis, Achri telah menempuh kuliah di Fakultas Seni Rupa dan Design di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Karya-karya lukis Achri terlihat dari kekhasannya dalam komposisi warnanya yang secara ekspresif mengangkat tema-tema kritis tentang kehidupan sosial dan politik. Ia pun telah tertarik untuk mempelajari praktik seni performans dan telah mengikuti beberapa festival. Sejak tahun 2012, Achri bekerja di Studio Plesungan mulai sebagai asisten produksi program dan hingga sekarang sebagai manajer Studio Plesungan.

ANNASTASYA VERINA
Annastasya Verina lahir di Jakarta pada tahun 2000. Verina mulai menari sejak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler saat taman kanak-kanak yang pada saat itu mempelajari tari tradisional. Pada tahun 2015, Verina bergabung dengan Felquatro D’Empire (FDE) untuk mempelajari modern dance. Sejak itu juga, Verina mulai aktif menari dalam kegiatan dan kompetisi bertaraf nasional maupun internasional.
Pada tahun 2018, Verina melanjutkan pendidikannya di Institut Seni Indonesia Surakarta jurusan Tari dan mulai fokus mendalami ketubuhannya dengan terlibat di beberapa karya tari maupun menciptakan karyanya sendiri.
—

DANI S BUDIMAN
Dani lahir di Cilacap pada tanggal 1 September 1999. Dani mulai menari dari kesenian rakyat karesidenan Banyumas seperti ebeg, lengger dan sintren (2007 – 2017). Dani mulai intensif mendalami tari sejak masuk Institut Seni Indonesia Surakarta. Dani mempelajari keilmuan dalam tari baik dalam perspektif tradisi maupun kontemporer.
Dani berkesenian dari ruang tradisi kerakyatan dari Sudarmono (Tri Waluyo Sari). Dani juga mempelajari karawitan Banyumas dari Misno Aris Susanto, selain itu, dani juga antusias mempelajari disiplin tari dari berbagai sumber.
Saat ini dani menelisik tubuhnya melalui beberapa pelatihan, diantaranya dari Melati Suryodarmo, Eko Supriyanto, Marich Prakoso, Wahyu Santoso Prabowo, Dedi Wahyudi, Yoyok Bambang Priambodo. Dani juga terlibat dibeberapa karya tari diantaranya dari Dimas Eka Prasinggih (Mengayun), Greatsia Yobel Yunga (Sara), Razan Wirjosandjojo (Amygdala), Laras Wiswalendya (Mingsri), Rianto (Mantra Tubuh), Otniel Tasman (Amongster).
—

DIMAS EKA PRASINGGIH
Dimas Eka Prasinggih, lahir di Kota Tanjungpinang provinsi Kepulauan Riau. Dimas mempelajari tari ketika berada dijenjang Sekolah dasar dan Sekolah Menengah Pertama pada kegiatan ekstrakulikuler tari dengan mendalami tari tradisi Melayu. Ketika Dimas berada dijenjang Sekolah Menengah Utama, ia mulai melibatkan diri kedalam salah satu sanggar seni, yaitu Sanggar Seni Kledang serta aktif mengikuti kegiatan seni. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Utama, ia melanjutkan pendidikannya di Institut Seni Indonesia Surakarta dengan mengambil fokus pada Seni Tari serta aktif berkarya.
Dimas telah terlibat didalam karya maupun kegiatan beberapa seniman Indonesia serta Internasional seperti Melati Suryodarmo, Elly Luthan, Toni Brur, Danang Pamungkas, Eko Supendi, dan Katsuran Kan dalam berbagai festival di Indonesia.
Menurut Dimas, gerak pada tubuh merupakan bahasa tertua manusia yang paling jujur, dengan itu Dimas berusaha untuk menjadikan Seni Gerak Tubuh sebagai media pengungkap kejujuran yang sangat dibutuhan pada kehidupan.
—

FERRY ALBERTO LESAR
Ferry Alberto Lesar S.Sn akrab disapa Eyi Lesar Lahir di Manado 1993. Sekarang menjadi seniman independen yang berbasis di Jakarta, Indonesia. Saya sangat tertarik untuk mempelajari humaniora dengan tujuan mentransformasikan pembelajaran saya menjadi perubahan yang positif di masyarakat. Saya juga suka mengkombinasikan agama dengan kemanusiaan untuk mencapai keseimbangan antara kemanusiaan dan spiritualisme. Melihat bagaimana isu agama dan spiritual di Indonesia memiliki latar belakang yang sangat kuat, keduanya memiliki sudut pandang yang berbeda tetapi saling terhubung satu sama lain, inilah mengapa saya tertarik untuk mempelajari masalah ini ketika sebagian besar orang sepertinya tidak benar-benar memperhatikan.
Terlibat dalam banyak proyek karya koreografi, beberapa diantaranya: WhoAreYou – HIBAH SENI KELOLA 2018, Ad-Interim – HELA TARI SALIHARA 2019, Karfos – Salihara International Performance Fest (SIP-Fest) 2020, Virtual WAY – 2020 “Indonesian Dance Festival 2020”, A Quite Place – SIPA 2020, Sanguin – Umberella Festival 2015, Tomorrow – Jakarta Dance Meet Up 2017.
Eyi Lesar juga memiliki pengalaman dalam proyek pembuatan video untuk industri komersial dan sebagai kolaborator untuk karya koreografi dengan beberapa seniman dalam negeri dan manca Negara.
—

GABRIELLA HASIANNA MILLINEA
Gabriela Hasianna Millinea Nainggolan, biasa dipanggil Gaby lahir di Bogor pada tahun 2000. Gaby mulai tertarik mendalami tari semenjak Sekolah Menengah Atas yang berawal dari kegiatan ekstrakurikuler modern dance dan mengikuti kompetisi antar sekolah maupun umum. Lalu terlibat dalam Bogor Dance Studio dan mempelajari tari Urban Hip Hop. Pada tahun 2018, Gaby melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Seni Indonesia Surakarta, jurusan seni tari.
—

I MADE YOGI SUGIARTHA
Ogik lahir pada tahun 1997 dan lulus dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ) jurusan Teknologi Musik. Ketertarikannnya di tari memberinya kesempatan untuk berkolaborasi dengan beberapa seniman nasional dan internasional diantaranya Hartati (Indonesia), Melati Suryodarmo (Indonesia), Hanafi (Indonesia), Jordan Marzuki (Indonesia), LIGNA (Germany), Osamu Shikichi (Japan), Ole Frahm (Germany), Ness Roque (Philippines), Torsten Michaelsen (Germany), Pieter Wilson (Australia) and Esmè (Singapore). Kesempatan kolaborasi melalui praktek improvisasi interdisipliner dan karya eksploratif, ia dapat memahami konsep artistik dengan pengalaman ketubuhannya. Di karya terkahirnya ia mengembangkan gerakan kepedulian terhadap komunitas mengenai kekhawatirannya atas kekerasan dan diskriminasi terhadap transpuan membuatnya bertanya tentang apa itu kepedulian dalam era “pasca-sentuh”, Ogik menciptakan karya baru yang bicara atas kemerdekaan gender dan hak asasi manusia.

LUNA DIAN SETYA
LUNA DIAN SETYA lahir pada 1993 di Surakarta. Tinggal dan bekerja di Surakarta. Lulus dari Jurusan Seni Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada 2015 dan menyelesaikan studi di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta pada 2019. Mengenal performance art dari workshop yang diberikan Melati Suryodarmo pada tahun 2011. Bekerja sebagai pemandu kegiatan menggambar dan melukis di sanggar anak Studio Plesungan dan sebagai illustrator freelance di waktu luang. Sering membuat karya dalam bentuk drawing, lukis serta performance. Tertarik pada dongeng, mite, sejarah, maupun puisi sebagai narasi; sehingga terkadang meminjam narasi tersebut dan memulai narasi baru yang lebih personal dan subjektif dalam sebuah kerja visual. Selalu membuka diri pada kemungkinan untuk mempelajari teknik maupun bentuk yang lain dalam berkarya.
Terlibat dalam pameran seni visual dan event seni performans, beberapa diantaranya: Sebagai seniman Undisclosed Territory Performance Art Event #6 dan #9 yang diselenggarakan Studio Plesungan pada 2012 dan 2019: Performance Art Sharing “Lintas Media – Menatap Bahasa” yang diselenggarakan Dewan Kesenian dan PADJAK pada 2016; berpartisipasi dalam “Medium at Play” di Gajah Gallery – Yogyakarta pada 2018, terpilih sebagai salah satu seniman dalam “Proyek Masa Subur” yang diselenggarakan Futuwonder di Ubud, Bali pada 2018; serta mengadakan pameran tunggal “Metamorposer” di Taman Budaya Jawa Tengah pada 2019 yang menampilkan video dokumentasi, artefak dan karya drawing.
—

MEGATRUH BANYU MILI
Megatruh Banyu Mili atau kerap disapa Gatruh lahir di Bantul, 24 Maret 1998. Gatruh merupakan lulusan dari SMKI Yogyakarta jurusan seni tari (2016) dan Institut Seni Indonesia Surakarta jurusan penciptaan seni tari. Hingga saat ini ia berfokus pada penyutradaraan serta penulisan naskah khususnya seni pertunjukan dan film yang sejak tahun 2018 telah berfokus pada kasus pendidikan baik secara formal maupun informal. Megatruh mengawali karir seninya pada tahun 2010 saat terlibat dengan pertunjukan Putri Embun dan Pangeran Bintang bersama Bengkel Mime Theatre serta Aplle I’m in Love bersama Teater Garasi. Pada tahun 2014 Gatruh mendirikan Banyu Mili Art Performance, sebuah kelompok multidisiplin yang berfokus pada penciptaan pertunjukan dan film tari. Tahun 2019 Gatruh menginisiasi berdirinya Banyu Mili Enterprise, sebuah lembaga yang berfokus pada bisnis jasa seni tari.
—

MEKRATINGRUM HAPSARI
Mekratingrum Hapsari lahir di Surakarta pada 24 Mei 1995. Ia adalah seorang seniman muda dengan latar belakang seni tradisional Indonesia, mendalami seni modern dan kontemporer. Bergabung dengan sanggar tari tradisional Surakarta di Suryo Sumirat pada tahun 2011. Dia telah berpartisipasi dalam beberapa platform lokal dan internasional, seperti menghadiri residensi di La Biennale Collage Danza di Venice 2018, sebagai penari dan berkolaborasi dengan Marie Chouinard, direktur Biennale Collage Danza dan Daina Ashbee dari Kanada. Mekratingrum Hapsari telah lulus di Institut Seni Indonesia Surakarta pada tahun 2019, fakultas seni pertunjukan, jurusan tari. Mekratingrum Hapsari telah berkolaborasi dengan beberapa seniman lokal dan internasional, seperti Melati Suryodarmo, Otniel Tasman, Garin Nugroho, Ari Rudenko, Marie Chouinard, dan Daina Ashbee.
—

MUHAMMAD BANGKIT SYAMSUDIN
Muhammad Bangkit Syamsudin, lahir di Karanganyar, 20 Mei 1998, anak pertama dari tiga bersaudara yang tingal di Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah. Pada tahun 2016 menjadi mahasiswa aktif di Universitas Sebelas Maret, Surakarta (UNS) jurusan Seni Rupa Murni berfokus pada Seni Lukis. Banyak kegiatan seni yang sudah diikutinya termasuk beberapa pameran angkatan seperi Titik Awal #5, pameran fotografi, pameran menggambar model, dsb. Mengenal performance art sejak tahun 2017, berkembang bersama Wayang Godhonk Gus Pur (Dosen Seni Rupa Murni UNS) dalam beberapa pertunjukan yang diselenggarakan saat Dies Natalies UNS. Kegiatan seni di tingkat internasional yang diikutinya adalah sebagai talent pada Jogja International Art Festival (JIAF), International Visual Culture Exhibition (IVCE)#2, dan Equinox x Equinox.
—

MUHAMMAD HASYIM
Muhammad Hasyim akrab disapa Hasyim. Lahir di Tangerang pada 1997. Saat ini ia aktif sebagai pengelola Rasaru Art di Surakarta. Ia memiliki hobi menonton film dan melukis. Lulus dari jurusan Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret pada tahun 2020, dengan Tugas akhir penciptaan seni yang mengangkat senjata tradisional yaitu Keris.
—

RAZAN WIRJOSANDJOJO
Razan Wirjosandjojo lahir di Jakarta pada tahun 1998. Ia mulai menari sejak mempelajari Hip-Hop pada tahun 2010, lalu bergabung dengan Gigi Art of Dance pada tahun 2015 untuk mempelajari jazz dance dan modern dance. Sejak tahun 2017, Razan menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia Surakarta, jurusan Seni Tari.
Bagi Razan, berkesenian membantu kesadaran atas kondisi pikiran dan mental yang berada pada realitas. Ia melakukan proses kerja tubuh dalam upaya menemukan kekhasan bahasa karya melalui berbagai cara dan pendekatan.
Razan telah terlibat dalam beberapa produksi pertunjukan di bawah beberapa seniman seperti Melati Suryodarmo, Rianto, Lee Mingwei, dan lainnya. Razan juga mulai mendalami proses artistik dan mulai menciptakan karya – karyanya sendiri.
—

SEKAR TRI KUSUMA
Sekar Tri Kusuma, lahir di Surakarta pada tahun 1999. Sekar mengenal dunia tari sejak mengikuti Sanggar Seni Wayang Suket Kalanjana yang didirikan oleh Slamet Gundono pada tahun 2008, dan berlatih di Sanggar Tari Soerya Soemirat pada tahun 2010. Sekar mulai mempelajari tari klasik Jawa Gaya Surakarta sejak masuk di SMKN 8 (SMKI) Surakarta. Pada tahun 2017, Sekar melanjutkan studi nya di Institut Seni Indonesia Surakarta jurusan Tari.
Sekar tertarik untuk mengungkap kecairan dalam dinamika social masyarakat melalui kerja dalam proses penciptaanya. Sekar meyakini kejujuran sebagai hal yang penting dalam tari, dimana tubuh digerakan seutuhnya oleh pemikiran dan wacana.
Sekar telah terlibat di dalam produksi dibawah seniman diantaranya Matheus Wasi Bantolo, Melati Suryodarmo, Eko Supriyanto, dan Dorothea Quinn dalam berbagai festival di Indonesia.
—

SULAIMAN
Sulaiman yang biasa di sapa Sule lahir di Cilacap pada tanggal 1 Maret 1998, menari adalah hobbynya sejak kecil di umur 5 tahun. Ayahnya lah yang mengajari sejak kecil. Ketika memasuki jenjang SD dan SMP sering menjuarai Lomba tingkat kecamatan sampai tingkat kabupaten. Sulaiman di saat jenjang SMP ini mendirikan paguyuban seni ebeg yang bernama Turonggo Laras. Sulaiman mulai menekuni bidang tari hingga tertarik untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SMK seni di Banyumas (2014-2016). Di tahun 2016 Sulaiman menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia Surakarta sampai saat ini.
Sulaiman tertarik dalam peristiwa peristiwa dan pengalaman empirisnya dalam kehidupan dan diekspresikan kedalam karya-karyanya saat ini. Dan dalam proses penciptaanya pun Sulaiman memberikan sentuhan-sentuhan tradisi. Tari bagi Sulaiman adalah membangun kesadaran dan kepedulian terhadap diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kehidupan yang diungkapkan melalui tubuh sebagai Ekspresinya.
Sulaiman telah terlibat dalam beberapa produksi pertunjukan dibawah beberapa seniman seperti Melati Suryodarmo, Rianto, Boby Ari Setiawan, Muslimin Bagus Pranowo dan lainnya. Sulaiman juga mulai mendalami dan berproses di karya-karyanya dan mulai menyusun karya-karyanya sendiri.
—

SUNTORO AJI NUGROHO
Suntoro Aji Nugroho lahir di Surakarta pada tahun 1996. Suntoro mulai mengenal dunia tari dari tradisi gaya Surakarta sejak tahun 2012 dengan masuki pendidikan SMKN 8 Surakarta (SMKI) dan melanjutkan pendidikan S1 di Institut Seni Indonesia Surakarta di tahun 2015. Tahun yang sama, Suntoro bergabung dengan Komunitas Moncar Iswara untuk manambah pengalaman berkesenian lewat dunia tradisi. Pada tahun 2017 Suntoro merangkak kedunia kesenian yang lebih luas, Suntoro bergabung dengan Komunitas Prehistoric Body untuk menjelajahi pengalaman berkesenian dengan dasar keilmuan pra-sejarah. Bagi Suntoro, dunia seni bukan Hanya sebatas tontonan, akan tetapi juga tuntunan, dimana memberikan bukti dari peradaban. Suntoro terlibat dengan beberapa produksi dibawah beberapa seniman, diantaranya Melati Suryodarmo, Ari Rudenko, Garin Nugroho, Agung Kusumo Widagdo.
—

YEZYURUNI FORINTI
Yezyuruni Forinti atau akrab disapa Uny lahir tahun 1999 di Jailolo, Halmahera Barat, hidup dan bekerja di Surakarta. Pertemuan dengan Eko Supriyanto di tahun 2015, menjadi awal perjalanan Uny mendalami seni tari melalui keterlibatannya seagai penari dalam produksi karyanya yang berjudul “Balabala”. Bersama produksi ini, Uny mendapatkan banyak kesempatan untuk pentas di berbagai festival internasional di Australia, Asia dan Eropa. Pada tahun 2017, Uny mulai menempuh studi di ISI Surakarta di jurusan tari.
Baginya koreografi berperan sebagai wahana dalam menyampaikan perasaan dan emosi, melalui bahasa tubuh dan gerak, Yezyuruni Forinti ingin menumbuhkan kesadaran mengenai berbagai aspek dalam kehidupan dan kepedulian mengenai manusia yang beragam.
Uny telah bekerja dan terlibat dalam produksi di bawah beberapa arahan seniman seperti Eko Supriyanto, Melati Suryodarmo, Kurniadi Ilham, Retno Sulistyorini, Ari Rudenko dan Ferry Cahyo Nugroho.

Melati Suryodarmo
Melati Suryodarmo (lahir 1969, Solo, Indonesia), lulus dari jurusan Hubungan internasional Fisip Universitas Padjadjaran pada tahun 1993, kemudian mulai sekolah seni rupa di jurusan Seni Performans dan Konsep Ruang di Hochschule für Bildende Künste Braunschweig, Jerman hingga ia lulus pasca sarjana pada tahun 2003.
Praktik keseniannya antara lainnya dipengaruhi oleh Butoh, tarian, studi politik dan sejarah. Karya-karyanya adalah hasil penelitian berkelanjutan tentang manusia, tubuh, gerak, transisi, non_material, waktu dan hubungannya antara diri dan dunia di sekitarnya, yang lalu diterjemahkannya ke dalam fotografi, koreografi tari, video dan seni performans. Melati telah mempresentasikan karyanya di berbagai pameran dan festival internasional, termasuk di Kiasma, Helsinki; MMCA, Gwacheon, Korea Selatan; National Art Centre Tokyo, Jepang; Parasites, Hong Kong; QAGOMA, Brisbane, Australia; Singapore Art Museum, Guangzhou Triennale ke-5; Incheon Women Artists’ Biennale (2009); dan Manifesta 7, Bokzano. Dia telah menyajikan karya-karya koreografinya di berbagai festival, di antaranya di TPAM, BankArt, Yokohama (2016) Witch Dance Festival, Sophien Säle, Berlin (2016); Festival Europalia di KVS Brussels (2017); De Singel, Anwerp; Frankfurt LAb, Frankfurt (2015) dan Indonesia Dance Festival, Teater Jakarta, (2016), dan HelaTari, Salihara (2020). Sejak 2007, Melati menyelenggarakan PALA dan Undisclosed Territory, festival seni performans tahunan, di Solo, Indonesia. Pada tahun 2012, ia mendirikan “Studio Plesungan”, seuah ruang untuk laboratorium seni pertunjukan.